“Bok segitu, kasih pianyi titik laa, nanti ta’bawak dulur-dulurku sak kompi borong di sini.” Entah berapa banyak tata bahasa dan kosakata berpadu dan “bertabrakan” di sini, tapi rayuan berisi kalimat-kalimat “gado-gado” yang medhok seperti ini sangat umum dilontarkan pembeli untuk menawar harga di Pasar Atom.
“Pasar Atom” atau “Atom”, ketika kata itu dilontarkan, banyak orang akan langsung terpikir tentang sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Surabaya utara. Pasar Atom berdiri sejak tahun 1972, jauh sebelum mall modern pertama, Tunjungan Plaza ada di Surabaya. Tak banyak yang tahu kenapa mayoritas pemilik toko di sini adalah orang-orang Tionghoa. Ada yang bilang katanya di tahun 1970an Atom didirikan dengan menawarkan harga sewa yang cukup murah, sementara lokasinya berdekatan dengan pusat perdagangan yang banyak dihuni oleh warga Tionghoa.
Entah bagaimana versi sebenarnya, yang jelas kegiatan dan kehidupan di Atom identik dengan orang-orang Tionghoa, karena hampir semua toko-tokonya diwariskan dan dikelola oleh keluarga (Tionghoa) secara turun temurun. Ada yang bahkan menyebutnya sebagai little China town, Pecinan kecil dalam satu gedung.
Bahasa Gado-gado
Jadi jangan heran kalau mendengar bahasa yang digunakan pun campuran bahasa Jawa-Melayu Suroboyoan, dicampur dengan sedikit Hokkien dan Mandarin. Pada sebuah transaksi terdengar: “Langganan looo, Ce, mosok ga dipotong blas, potong ceban lagi laaa.” Ya begitulah, biar selisihnya cuma sepuluh ribu, tetap saja menawar menjadi suatu keharusan. Ada kepuasan tersendiri jika bisa mendapatkan harga yang lebih murah, meski tidak seberapa jika dibandingkan harga aslinya. Mungkin seni tawar-menawar itu jugalah yang menjadi keunikan dan daya tarik dari Pasar Atom, apalagi tawar-menawar dan transaksi tersebut dilakukan secara langsung dengan pemilik toko atau keluarganya.
Dijaga Sendiri
Aku sendiri mau tidak mau harus ke Pasar Atom setiap hari. Orang tuaku adalah pemilik salah satu stan perhiasan di Pasar Atom. Toko kami sudah ada sejak tahun 1980, jadi bisa dibilang aku adalah salah satu anak yang tumbuh dan besar di Pasar Atom, atau sebut saja anak-anak Atom. Ketika mengunjungi Pasar Atom, pasti kita dapat melihat banyak anak-anak Atom lainnya, karena toko-toko di Pasar Atom sebagian besar masih dijaga oleh para pemiliknya. Jadi bukanlah suatu pemandangan aneh melihat anak-anak kecil duduk di meja kasir, menghitung uang kembalian, melayani pembeli, juga menimbang keripik atau kacang.
Semrawut, Tapi Ada Parkir VIP
Ada beberapa orang yang bilang Pasar Atom ini adalah mall gak dadi (mall tidak jadi). Gedungnyanya sendiri dibangun tahun 70-an, tidak ber-AC dan cukup semrawut dibandingkan mall-mall baru. Ada sih Pasar Atom Mall yang lebih ”rapi” dan “modern”. Nah, tapi, justru di situlah menariknya. Meskipun Pasar Atom lama tidak semodern mall-mall baru, tempatnya panas, padat, parkirnya sulit dan segala keruwetan lainnya, Atom tetap ramai dikunjungi orang setiap hari, meski hanya buka sampai jam lima sore (mall lain biasanya buka hingga jam 10 malam). Pasar Atom mampu menyerap kira-kira 20.000 orang di hari biasa dan 50.000 orang di akhir pekan.
Tapi ya gitu, orang-orang tetap berduyun-duyun datang ke Atom, meski mereka mengeluh panas, padat dan sebagainya. Wah, apalagi kalau hari Sabtu dan Minggu, ampun-ampunan padatnya. Jalan pun dusel-duselan. Antrian untuk parkir panjangnya sudah membuat macet jalan di luar. Biasanya sih kita bisa melihat para ibu-ibu keluar dulu dari mobil, sementara para sopir atau para suami teladan harus dengan sabar menunggu dan menunggui lahan parkir yang teramat sangat langka. Nah, untuk memberi layanan tambahan pada pelanggan yang tidak tahan dengan kesemrawutan parkiran Atom ini, disediakan parkir VIP.
Bukan valet parking seperti di mall lain, di mana kita bisa menitipkan kunci dan mobil kita untuk diparkirkan petugas parkir. Yang disediakan di sini adalah tempat strategis parkir VIP seharga Rp 25.000 di depan gedung Pasar Atom. Tapi, kok ya tempat parkir VIP ini selalu penuh. Seolah-olah Atom tidak memerlukan kemewahan interior dan pendingin untuk menarik khalayak ramai. Meskipun Atom kondisinya demikian, tidak membuat orang-orang malas mendatanginya, bahkan orang-orang rela membayar mahal untuk meningkatkan kemudahan mereka di sana.
Atom dan Mall: Beda!
Kawanku Lilie, sebenarnya adalah salah satu anak yang doyan nge-mall tapi suka juga mengunjungi Pasar Atom. Menurutnya: “Atom dan mall lain itu berbeda. Atom itu seperti one-stop shopping yang memang benar-benar untuk belanja, jual beli, bukan untuk nongkrong atau mencari hiburan.” Lanjutnya lagi: “Kalau Atom tutup sore, tidak sampai malam, itu tidak apa-apa, karena ya… dalam pikiran orang-orang, apalagi anak muda, Atom itu bukan untuk nongkrong (malam). Nongkrong itu di mall lain, bukan di Atom. Kalau kita ke mall lain, seringkali memang untuk mencari hiburan, window shopping, nongkrong, karaoke atau menonton film.”
Interaksi personal
Tapi, dari yang aku amati setiap hari di Atom, sebenarnya ada juga kok orang-orang yang datang hampir setiap hari ke sini untuk nongkrong, cuma mungkin tidak sampai malam. Salah satunya Ce Aling Ketika aku iseng-iseng menanyakan ngapain dia hampir tiap hari ke Atom, dia menjawab karena Pasar Atom lengkap, apa saja ada. Lucunya lagi, menurutnya, jalannya enak, dan karena sering datang, dia jadi memiliki banyak teman di Atom.
Ya iya sih, kalau hari biasa Atom tidak terlalu padat dan masih okelah ramainya. Sembari tawar-menawar, kita bisa ngobrol bermacam-macam topik dengan pemilik dan pegawai toko lainnya, mulai rencana bisnis hingga gosip terhangat. Mungkin anak-anak muda kurang menganggap Atom sebagai tempat nongkrong yang enak. Namun, cukup banyak orang tua yang menikmati nongkrong di sini. Coba lihat di lantai empat, ada suksuk-suksuk, paman-paman yang yang asyik bermain catur atau bermain xiangqi, catur tradisional Cina. Permainan mereka cukup asyik, tidak kalah menarik dengan turnamen-turnamen catur. Bahkan, di bagian depan area permainan terdapat beberapa piala yang dipajang. Entah kapan lomba-lomba catur itu diadakan.
Makanan
Apalagi, ada banyak resto, depot, dan gerai makanan dengan nama-nama legendaris di Surabaya. Jadi Pasar Atom ini menjadi salah jujugan utama kuliner di Surabaya. Mulai dari makanan utama hingga makanan ringan: bakwan Kapasari, lontong mie, kue-kue seperti pukis, pastel, manju, serabi solo, cakue dan roti goreng super jumbo (Cakue Peneleh), hingga kripik-kripik ringan. Di bagian agak luar, pedagang bubur Madura berderet mulai berjualan sekitar jam dua sore. Antrian orang yang membeli makanan-makanan ini bisa sangat padat. Lanny dan keluarganya bercerita bahwa hampir setiap Minggu dia sekeluarga mengunjungi Pasar Atom dengan tujuan utama makan siang, yang kemudian juga membeli makanan untuk dibawa pulang.
Dari Kolam Renang sampai Profesor
Ini hanya sedikit dari yang aku ingat tentang Pasar Atom. Masih banyak hal-hal unik di sini. Di pusat pembelajaan ini, setiap tahun ada upacara bendera merayakan hari kemerdekaan 17 Agustus. Bahkan, ada kolam renang, di mana waktu kecil aku belajar berenang. Lumayan, belajar sampai gaya kupu-kupu. Aku sudah lama tidak mengunjungi kolam renangnya. Kadang-kadang aku masih melihat anak-anak kecil berambut basah turun dari arah kolam renang.
Meski sudah hampir 30 tahun aku berada di Atom, aku masih terus menerus menemukan hal-hal baru. Misalnya, ada seorang ahli fengshui yang membuka praktek di salah satu area belanja. Kartu namanya membubuhkan gelar ”profesor”. Peralatannya hanya sebuah meja, beberapa kursi plastik merah, termos besar entah untuk menyediakan minuman atau racikan. Tapi aku pun tidak pernah menyadari keberadaannya, sampai seorang kawan menceritakannya padaku.
This post is also available in: English