Membitjarakan soal makanan memang tidak ada habis2nja. Tiap2 kota mempunjai makanan2nja sendiri jang spesifik, jg. enak dan murah. Meskipun kadang2 untuk mendapatinja kita harus nongkrong di-warung2, duduk di atas bangku2 jang sudah rejot, dll.
Maka setelah kami perkenalkan makanan2 jang enak dan murah dari kota2 Djakarta, Bandung dan Semarang, kini menjusul tulisan tentang makanan kota Surabaja. Red.
Rudjak petis.
DALAM menindjau soal “makanan” ini, baiklah pertama2 dimulai dengan jang amat sederhana, jalah R u d j a k T j i n g u r. Pendjual rodjak atau lazimnja disebut “bibik rudjak” biasanja perempuan Madura, jang mendjualnja dari rumah ke rumah. Tjara membuatnja pun amat sederhana djuga. Dalam sebuah tjowek (piring dari tanah) bumbu2 seperti trasi, garam, lombok, gula djawa, katjang dll. dan ta’ dilupakan petis dibikin halus, ditjampur sedikit air sampai pulen benar. Kemudian buah2an misalnja ketimun, krai (bonteng), kedongdong, pentjit (mangga muda), djambu mete dll. dipotong tipis dan sajuran seperti tao-ge, kangkong, dll. djuga tahu, tempe, darah dan Tjingur ditjampur aduk dengan bumbu tadi.
Tentang rasanja rudjak ini, mungkin pembatja sudah dapat menebak sendiri, akan tetapi ta’ mudah untuk mendjelaskan dengan tulisan. Gurih, asin, asam, manis, pedes, segar, ketjut tertjampur harumnja djambu mete, pendek kata suatu potpouri dari sekian rasa tadi. Warna rupanja ta menarik sama sekali bahkan, …. jaah, mungkin karena hitamnja petis tadi. Jang disebut Tjingur itu ta’ di-lebih2kan jalah hidung dan bibir sapi jang direbus. Kalau dimakan ber-kenjal2, empuk2 alot, mirip Haysom, akan tetapi tidak seenak hayson.
Warung “Asih”.
Pada beberapa depot dan warung makan rudjak ini djuga bisa dibeIi pasti lebih bersih, tetap rasanja djuga berlainan, walaupun bumbunja sama. Mana jang lebih enak sukar dikatakan.
Seperti djuga dilain kota, Surabaja mempunjai depot dan warung2 jang sederhana. Warung “Asih” di Kapasari seumpamanja, se-akan2 mempunjai historisch richt dalam makanan Indonesia. N a s i l a n g g i, r a m e s, r a w o n, dsb.nja memenuhi sjarat “enak dan murah”. Selalu disuguhkan ajam goreng, daging goreng, telor, ati, krupuk dll., jang masing2 menambah nafsu makan.
Soto “Sulung”.
Lain hal jang karakteristiek di Surabaja adalah pendjual s o t 0, sebagian besar oleh orang lelaki Madura. Soto ini ada 2 matjam: ajam dan daging (sapi). Disampingnja soto2 jang berkeliling, terdapat warung2 jang terkenal karena soto tadi. Tiap orang Surabaja pasti tahu “solo Sulung”. Terletak pada djl. Sulung, warung ini melulu djual soto daging. Walaupun tempatnja djauh dari mewah dan tidak dapat dikatakan bersih, namun warung ini tidak kurang mendapat perhatian, berkat gaja penariknja soto tadi. Soto dimasak dlm. sebuah tempat besar, hitam karena asap api tertjampur djadi satu: daging, usus, ati, babat dll. djuga telor bebek. Empuknja babat dll.nja, panas jang menambah sedapnja sang bumbu, sedikit pedesnja lombok, dan ketjutnja air djeruk jang diketjerkan, tjukup mendjamin rasanja.
Kajoon.
Soto ajam dari Maxim atau Kajoon ta’ kalah populernja. Berlainan dengan jang di…. diatas, pada tempat2 ini hi… bersymbi0se si paman soto dengan depot tadi, jang biasanja hanja mendjual minuman2, es, kuwe2 dll.nja. Tempat dan letaknja leblh menarik, sematjam “bar” dengan “teras”, pada mana tersedia kursi2 rotan, dibawah pohon2.
Terutama Kajoon mempunjai pemandangan jang indah atas kali Berantas. Tidak heran, bahwa pada tempat “rendezvous” ini tua muda, laki perempuan sekedar melepaskan lelahnja, melajangkan fikiran (tetapi tidak djarang djuga “menutup pendjualan” dsb.nja) sambil merasakan sang soto atau tahu tjampurnja, ditepi Berantas.
Tahu petis.
T a h u t j a m p u r djuga umum di Surabaja. Tahu digoreng lalu di-potong2 dengan gunting, ditjampur tao-ge, krupuk dsb.nja, diberi bumbu “Petis” (tanpa petis tidak enak kata si Surabaja-asli). Ada djuga jang pakai kentang goreng, atau tahunja digoreng telor dahulu. Selain Maxim dan Kajoon, masih ada depot Tegalsari, podjok Ambengan-Undaan dengan specialitenja masing2, terutama jang disebutkan terachir ini s a t e k a m b i n g n j a sungguh mahir.
Sate “Bandjar”.
Tentang s a t e a j a m pada umumnja masih ditangan paman sate Madura, seperti djuga banjak terdapat di-lain2 tempat. Tetapi sate Ajam di Pasar Atoom, jang lebih terkenal dengan nama sate Bandjar, rasanja djauh berbeda dari sate Madura. Terutama jang berdjualan didepan warung Vin Siang Ding (stand no. 1819) mendapat perhatian istimewa dari chalajak ramai. Paman sate djuga hidup bersymbiose dengan warung ini.
Sate Bandjar ini “formaat”nja djauh lebih besar dari sate Madura. Dagingnja biasanja djuga lebih empuk dan rasa bumbunja djuga berlainan. Berpuluh2 orang dari luar maupun dari Surabaja sendiri terutama pada hari Minggu, memborong sate itu sekaligus, sehingga liwat djam 11 pagi, orang masih merasa senang kalau dapat mengitjip, biasanja hanja ketinggalan bagian “kulit” sadja.
Warung Vin Siang Ding.
Warung Vin Siang Ding sendirinja djuga terkenal karena masakan Tionghoanja seperti H i w a n, b a – s 0, s i o m a y, p a n g s i t m i e dll. Orang ta’ segan menunggu untuk mendapatkan tempat duduk, karena mereka tahu, bahwa “kerugiannja” masih dapat “ditutup” dengan rasanja Hiwan dll. Harganja tjotjok untuk kantong umum, maka ta’ heran, murah dan enak adalah dasar kemakmuran warung ini.
Sate babi.
Mengupas soal sate tanpa s a t e b a b i Songojudan (Gang 4) adalah kurang lengkap. Dalam sebuah gang jang sempit, berdjualan seorang entjek, jang tidak asing lagi sate babi dan nasi karenja. Walaupun tempatnja terdiri hanja atas beberapa medja kursi sadja, tetapi tamu keluar masuk, ta’ henti2nja. Sate babi ini djuga diberikan bumbu petis (jah, lagi2 petis).
Belum kita merasakan empuknja sang sate, lebih dulu alat petjernaan kita sudah “in secretie”, karena sedap harumnja asap jang mengebul2 atas api, karena minjak sate tadi. Ini pasti merupakan salah satu faktor dalam menentukan rasanja sate tadi. Nasi g0reng dan nasi karenja sajang untuk ta’ ditjoba.
Kikil.
Pada djalan Njamplungan orang pasti tertarik pada sebuah warung dengan specialitenja jang agak lain dari pada jang lain. Disamping mendjual sate kambing dsb.nja, keistimewaannja jalah “K i k i l”. Kikil ini jalah s o e p k a k i s a p i. Tjara membuatnja ta’ dapat diterangkan, mungkin disini terletak “keahliannja”. Ada jang mengatakan kaki sapi tadi terlebih dahulu dibakar atas api, kemudian dibikin soep. Entah bagaimana, tetapi rasanja tjukup memikat hati.
Sekali tjoba . . . .
Tersebar di segala ploksok kota, berkeliling paman pendjual b a – w a n, dengan pikulan model “rantang”, jang terutama menarik perhatian karena treakannja jang njaring “waaaaan” (dari ba-wan).
Ba-wan ini terbikin dari daging sapi jang ditjingtjang halus, lalu dibikin bunder, ditjampur dengan tepung dsb.nja (mungkin djuga tjara pembuatannja dirahasiakan) lalu diberi kuwah.
Bawan jang diedarkan ini rasanja boleh dianggap “sepi” sadja, entah karena massa produksi atau murahnja. Tetapi di beberapa bagian kota, misalnja G. Gopo atau Tambaksari dsb.nja, ada beberapa pendjual dengan “cantine” dari zaman purbakala, sematjam grobak didorong, jang patut mendapat penghargaan.
Tetapi djika mampir tempatnja entjek Ba-wan dari dj. Gi-li sekali mentjoba pasti “kepintjut”. Seperti biasanja tempat ini djuga ta’ menarik. Lajar jang sudah tua se-dapat2-nja tjoba memberi tempat sedjuk bagi para tamu. Beberapa medja kursi sekitar “anglo” atas mana terdapat beberapa gutji dan pantji semuanja memberi kesan jang “pover”. Tetapi para tamu datang untuk isi gutji tadi. Dalam sebuah mangkok ketjil disuguhkan bawan, tahu jang diisi ikan, beberapa potong hun-tjeng.
Sipembeli dapat melihat sendiri, entjik pendjual membuka tutup gutji, asap ber-gumpal2, dan dengan sumpit mengambil bawan dll.nja. sederhana tetapi rasanja …… sesungguhnja ta’ dilebih2kan, inilah “bapak-nja” segala bawan.
Matjam2 Mie.
Dengan menumpang pada perkarangan sebuah hotel jang sederhana, didepan pasar Genteng, ada didjual T j w i e M i e. Se-kali2 ta’ mentjolok mata tempatnja, medja kursinja sudah oglak-aglik karena “overbelast” tetapi heran bin adjaib, mungkin karena bintangnja lagi terang, tetapi jang pasti adalah karena rasanja sangat uniek, maka si pendjual ta’ henti2nja melajani para tamu.
Ada 2 matjam mie: kering dan dengan kuah. Mie jang halus dan sebuah tarangan ditjelup2 dalam air mendidih sampai “temponja”, keras tetapi empuk. Kemudian dalam sebuah mangkok mie tadi diberi pangsit, ikan jang telah ditjintjang halus, vetsin dsb.nja.
Lain matjam Mie lagi jalah T a M i e, antara lain dari rumah makan Eng Kie di pasar Pabean jang tidak asing lagi. Ta mie ini jalah mie jang telah dimasak kering, lalu diberikan ikan, sajuran dan sedikit loh. Kadang2 tertjampur bagian2 mie jang agak soklat hitam, karena terlampau kering masaknja. Akan tetapi ada jang berpendapat, bahwa jang agak “gosong inilah jang menambah gurihnja.
Ta mie dari Nam Sing di Tjantian itu djuga mirip seperti tersebut tadi, tetapi bedanja rasanja lebih meresap! Entjik ini, djuga terkenal dengan nama “Twa Bak” (katanja dulu pangsitnja ikannja agak besar2), memang lebih mementingkan rasa masakannja daripada “omzetnja”. Dengan sangat hati2 dan kesabaran, muka berkeringat, ia mengolah masakan tadi, se-akan2 ia tiap kali masak penuh kesenangan dan dengan kepastian, bahwa apa jang disuguhkan pasti memuaskan sipembeli. Ta’ heran bahwa orang harus menunggu begitu lama.
Selainnja itu, ia djuga terkenal S a – h 0 – h 0 e nnja, sematjam mie jang lebar2. Ada jang keluaran Tiongkok, terbungkus dalam doos, ada jang terbikin di Indonesia. Kalau dimasak mirip dengan “macaroni” atau dengan sedikit fantasi, mungkin dapat dinamakan “spaghetti” Tionghoa. Entah persamaan ini tepat atau tidak, tetapi tjang pasti jalah rasanja istimewa.
Masakan Tionghoa.
Demikianlah, ta’ terasa kita sudah berada di-tengah2 wijk Tionghoa, dengan segala masakannja jang enak. Hang Kie di Tjantian dengan masakan T j h a T a n g H o e n dan P e k T j i a m K e e-nja pasti tidak sedikit djasanja dalam mendjundjung tinggi kwalitet masakan Tionghoa.
Tjha Tang Hoen adalah so-on jang dimasak seperti bakmi. Variasi dalam tjara mengolah so-on ini tadi, sukar dilukiskan tetapi mudah dirasakan begitupun dengan Pek Tjiam Kee-nja.
Seperti dari nama ini orang sudah mengerti masakan ini adalah dari ikan ajam, jang begitu empuk, sehingga daging ajam tadi se-akan2 lumer sendiri dilidah.
Dalam membajangkan masakan2 tadi se-olah2 pembatja dapat ikut mengitjip sendiri, walaupun mungkin belum pernah mentjoba, dan bagi jang telah merasakan, reflectoris pasti dapat merasakan lagi. Ta’ heran bahwa seorang “expert”, mungkin tergolong “dewi dapur”, atau se-rendah2nja “ratu-dapur” tidak malu2 mengakui keunggulannja pek tjiam kee tadi.
Pada dj. Bongkaran terdapat warung Nam Kia atau djuga disebut Nam King, masjhur karena T i r e m gorengnja, ketjil2, tetapi sungguh ta’ ada taranja. Tirem sematjam ini djuga bisa didapat di-lain2 tempat, tetapi tidak seperti ini, sama …… namun lain!
S i o m o ynja idem dito.
Dan iseng2 mampir di Hong San pada dj. Jusin djuga tidak salah atau akan menjesal. Disini didapatkan a j a m g o r e n g. Rupanja djuga seperti ayam goreng biasa, tetapi jang lain jalah empuk dan sedapnja sang bumbu. Djuga u s u s g o r e n g telornja amat disukai. Usus jang telah dibalik, dipotong ketjil lalu digoreng dengan telor. Dengan sendirinya jalah bumbunja jang istimewa, sehingga “lidah” dapat digerakkan begitu rupa, sampai rasanja djadi enak.
*
Kini masih dapat ditambah lagi ber-matjam2 masakan2, ta’ terhitung keistimewaan “cantine”2 jang hanja buka pada malam hari, dengan menumpang emperan toko2 jang sudah tutup. Tetapi tjukuplah ini sekedar sebagi petundjuk bagi para penggemar makanan enak. Keistimewaannja rumah makan jang satu melebihi dari jang lain, sampai achirnja kita tidak dapat memberi komentar lagi selain dengan kepala manggut2 dan mulut berketjap2 berkata: “Tjin tjia Ho”, enak betul ……