Di kalangan beberapa orang Tionghoa di Surabaya, apalagi di kalangan tetua, ada kebiasaan membedakan seorang Tionghoa menjadi Tionghoa totok atau Tionghoa peranakan (Qiao Sheng). Tionghoa totok adalah mereka yang masih cukup mengenal dan mempertahankan tradisi dan budaya Tionghoa. Qiao Sheng, adalah anak yang hilang, mereka yang sudah tidak tahu menahu mengenai budaya Tionghoa, atau yang sudah terpengaruh oleh budaya Belanda/Amerika/Barat, dan biasanya lebih jago ngomong Indonesia, Jowo, dan Suroboyo-an daripada ngomong bahasa Mandarin atau dialek lainnya.
Kami berdua sering bergurau dan mengkategorikan kami sebagai Qiao Sheng Sheng. Dengan sheng dobel, menggunakan kebiasaan orang Surabaya yang mengulang kata terakhir untuk menunjukkan kalau sudah keterlaluan —saking nuemen’e lah. Kami ini sangat tidak tahu budaya Tionghoa, dan paling cuman bisa ngomong Chibayan (Chinese Surabayan) dikit-dikit untuk nawar di Pasar Atom.
Menjelang tahun baru Imlek, kami mencoba mencari tahu makna di balik perayaan tahun baru Imlek. Metode kami sederhana saja. Setelah membaca-baca beberapa tautan rekomendasi Google dan membaca buku di perpustakaan, beberapa relasi kami todong menjadi korban pertanyaan-pertanyaan cupu dua Qiao Sheng Sheng ini:
1) Tante Kwan, berumur 70 tahun lebih, seorang Hokkien yang masih aktif dan punya memori banyak mengenai perayaan tahun baru Imlek,
2) Koko Wen, lahir di Surabaya tapi sudah hijrah dan menetap di Taipei lebih dari 20 tahun, dan,
3) Abun, 69 tahun, seorang Khek (Hakka) yang lahir di Sanggau Kulor, besar di Sanggau Ledo (150km dari Singkawang), dan Singkawang. Pernah menempuh pendidikan di sekolah Katolik Cahaya Kebenaran. Menjadi guru sekolah dasar waktu umur 20 tahun, kemudian hijrah ke Jakarta di tahun 1966.
Berikut kumpulan serpihan catatan kami. Pastinya banyak yang permukaan saja, terlalu menyederhanakan. Belum lagi tradisi yang mungkin berbeda antara orang Hokkien, Hakka, dan daerah-daerah lain, serta perubahan zaman. Tapi kami pribadi senang dapat sedikit mempelajarinya.
***
Imlek? Xin Cia? Zhong Guo Xin Nian?
Kata Imlek adalah dialek Hokkien. Kalau dalam bahasa Mandarin, Yin Li. Artinya, kalender bulan. Jadi jangan bilang, “Selamat Imlek”, tapi, “Selamat Tahun Baru Imlek (Chinese Lunar New Year)”.
Banyak juga yang bilang Xin Cia—ini adalah kata dalam dialek Hokkien yang artinya adalah bulan baru atau bulan pertama di tahun baru. Ada juga yang bilang Xin Nian, atau Zhong Guo Xin Nian, bahasa Mandarin yang artinya adalah Tahun Baru China. Dalam bahasa Khek, beda lagi: Ko Nyan.
Di kalender China, ada 12 siklus tahunan yang diwakili dengan 12 shio binatang: Tikus, Kerbau, Macan, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Kambing, Monyet, Ayam, Anjing, dan Babi. Kita baru saja melewati Tahun Ular, dan sekarang adalah Tahun Kuda (Ma Nian)1.
Legenda Monster Nian
Tahun Baru Imlek juga dikenal sebagai perayaan musim semi (Chun Jie). Zaman dulu, para petani menyambut datangnya musim semi dengan perayaan atas berakhirnya musim dingin dan datangnya waktu untuk menanam padi lagi.
Ada legenda menarik mengenai tradisi perayaan Tahun Baru Imlek. Dulu ada monster bernama nian, atau tahun (年) yang datang di akhir musim dingin, memakan hasil panen dan menyerang warga.
Suatu waktu, seekor singa berhasil mengalahkan monster nian ini, dan monster nian lari ketakutan. Saat nian datang lagi di tahun berikutnya, warga berusaha menakut-nakuti nian dengan membuat kostum singa yang digerak-gerakkan oleh dua orang. Inilah legenda asal mulanya tarian singa, alias barongsai.
Selain itu diketemukan juga kalau monster nian ini takut dengan warna merah dan sensitif dengan keramaian. Maka orang-orang pun mulai memasang lentera dan kertas merah di depan rumah. Untuk membuat suara keras, pertama-tama orang-orang melakukannya dengan cara sederhana seperti memukul alat-alat rumah tangga, lalu mereka mulai menabuh gong, memasang kembang api, dan akhirnya memasang petasan2.
Bersih-bersih Rumah (Shau Chen)
Sebelum tahun baru Imlek, dilakukan Shau Chen, atau membersihkan semua sudut rumah (dan kantor) sampai bersih cling-cling, termasuk membuang barang-barang yang sudah tidak dipakai. Harapannya adalah di Tahun Baru, segala hal yang buruk dan tidak beruntung bisa disingkirkan, sehingga ada tempat untuk hal-hal yang baik dan menyenangkan. Walaupun di Taiwan, Singapura, dan Cina budaya ini masih dilakukan, kebanyakan kami mendapati di Surabaya budaya ini tidak terlalu dijalankan.
Yang sepertinya masih berjalan sampai sekarang adalah larangan untuk bersih-bersih rumah di Tahun Baru. Tante Kwan bercerita, bahwa semua urusan bersih-bersih rumah harus sudah diselesaikan sebelum jam 12 malam sebelum Tahun Baru. Pada hari H-nya, sama sekali tidak boleh bersih-bersih, bahkan memegang sapu pun tidak boleh, karena dianggap membuang atau menyapu pergi rejeki. Bahkan menurut Abun, bersih-bersih juga tidak boleh dilakukan di hari kedua. Tetapi hari ketiga, wajib menyapu untuk membuang sial.
Baju Baru, Potong Rambut, dan Barang Pecah Belah
Konsekuensi dari bersih-bersih rumah adalah kosongnya kloset pakaian! Menyambut Tahun Baru, biasanya banyak orang membeli baju baru. Tante Kwan bercerita bahwa waktu ia masih kecil, mamanya akan membuatkan 7 baju baru untuk 7 hari pertama di Tahun Baru. Karena zaman dulu zaman masih tidak enak, ini adalah momen yang sangat spesial. Semua baju baru itu dibentangkan di ranjang secara rapi, sepatu baru diletakkan secara hati-hati di lantai di bawah ranjang. Lalu dipandangilah baju dan sepatu baru itu sambil tersenyum-senyum senang.
Mungkin tidak sespesial dulu, tetapi membeli baju baru untuk Tahun Baru Imlek masih dilakukan. Walaupun beli bajunya cukup satu saja, tidak perlu tujuh! Biasanya yang dibeli adalah baju berwarna merah, karena warna merah melambangkan kemakmuran dan kebahagiaan (good fortune and joy). Yang sebaiknya dihindari adalah warna putih, karena identik dengan kematian.
Selain baju baru, masih banyak orang yang menyempatkan untuk potong rambut sebelum Tahun Baru. Untuk membuang sial katanya.
Ada juga yang bilang bahwa membeli pecah belah untuk menyambut Tahun Baru itu wajib. Pecah belah yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan makanan, seperti piring, mangkok, bahkan bisa juga dandang, panci dan sebagainya. Tujuannya sebagai antisipasi akan rejeki (dan makanan) yang mengalir terus di tahun yang baru.
Mudik ke Rumah Orang Tua
Tahun Baru Imlek adalah liburan yang dirayakan bersama keluarga. Mirip dengan budaya mudik di Idul Fitri, banyak orang yang bekerja di kota-kota besar akan kembali ke kampung halamannya sewaktu Tahun Baru Imlek. Kalau di Indonesia, mungkin arus mudiknya tidak begitu berasa karena mayoritas masih tinggal di kota yang sama dengan orang tuanya. Tetapi arus mudik ini merupakan suatu fenomena di China, bahkan sampai ditahbiskan menjadi ‘the world’s largest seasonal migration’.
Ko Wen bercerita waktu Tahun Baru Imlek, Taipei akan jadi sepi sekali karena mayoritas penduduknya pulang kampung. Waktu tahun baru Imlek pertama kali di Taipei, Ko Wen mengalami culture shock dan kelaparan akut karena tidak menyangka libur bisa sampai 8-9 hari dan semua toko dan restoran tutup. Tapi beberapa tahun kemudian, dia sudah lebih pandai. Jalanan yang sepi lengang di waktu Xin Cia digunakannya untuk latihan menyetir sampai puas, hehe …
Mungkin mengikuti tren melubernya turis China sekarang, banyak juga warga China yang menggunakan momen Tahun Baru Imlek untuk jalan-jalan. Teman kantor ada yang bercerita bahwa 7 orang saudara jauh-nya dari China akan datang berkunjung ke Surabaya (dan kota-kota lain di Indonesia) waktu tahun baru Imlek. Yah, mungkin daripada mesti repot-repot mudik dan keluar uang untuk angpao, mending uangnya dipakai untuk jalan-jalan keluar ya …
Sembahyang Tutup Tahun
Sembahyang Tutup Tahun dilakukan di hari terakhir sebelum Tahun Baru. Tradisi ini dilakukan sebagai wujud bakti dan penghormatan ke keluarga. Yang biasanya dipersiapkan untuk sembahyang ini adalah makanan favorit leluhur, buah-buahan, misalnya pisang raja, beserta kue-kue.
Dulu di rumah Tante Kwan ada meja sembahyang untuk orang tuanya, bahkan ada satu kamar yang berisi abu banyak leluhur. Berhubung Tante Kwan sekarang sudah jadi Kristen, dan atas dorongan anaknya, abu-abu orang tua dan leluhur ini sudah disebar ke laut. Jadi sembahyang sekarang dilakukan seadanya dengan menaruh makanan di luar rumah, membakar hio dan bersembahyang sambil menghadap ke langit.
Makan Malam Bersama (Tuan Yuan Fan)
Malam sebelum Tahun Baru adalah malam wajib untuk berkumpul bersama keluarga. Acara pastinya adalah makan malam bersama keluarga, yang disebut Tuan Yuan Fan. Apabila sudah menikah, makan malam dilakukan bersama di keluarga lelaki. Nah, pada saat makan malam ini, hidangan dan nasi tidak boleh dimakan sampai habis, harus ada sisa. Simbol supaya tiap tahun akan selalu berlebih dan tidak berkekurangan.
Karena zaman dulu banyak orang punya banyak anak, dan tamunya banyak pula, bahan-bahan masak yang dibeli bisa bujubune banyaknya. Istri Abun bercerita ia pernah beli gula sampai 100 kg. Tidak langsung habis pastinya, tapi terpakai banyak. Mereka juga menjamu tetangga sekitar yang juga datang. Banyak orang Dayak ikut makan-makan dan minum arak, sementara teman-teman Muslim makan makanan kecil (yang halal tanpa babi, tentunya). Karena tamu-tamunya banyak, kalau meja tidak muat, biasanya tikar rotan digelar.
Dulu acara makan-makan ini banyak dilakukan di rumah orang tua atau di rumah saudara tertua. Tante Kwan dulu selalu didapuk menjadi tuan rumah. Puluhan saudara akan datang. Beberapa akan datang membawa makanan, ada pula yang tidak. Tetapi tidak perlu kuatir kekurangan makanan karena Tante Kwan selalu siap dengan makanan berlimpah.
Sekarang banyak restoran yang menawarkan paket hiburan dan makan malam untuk merayakan tahun baru Imlek. Karena faktor kenyamanan dan kemudahan, banyak orang yang akhirnya memilih untuk makan di restoran, termasuk keluarga Tante Kwan juga. Agak sedih juga sih, karena bagaimanapun, suasana raket dan hangat-nya tetap lebih terasa bila diadakan di rumah saudara.
Mungkin ada yang pernah melihat paket makan malam Yusheng? Konon, ini sebenarnya sejenis salad ikan Teochew yang kemudian dipopulerkan sebagai makanan tahun baru Imlek oleh empat master chef Singapura di tahun 1964. Praktik ini tersebar luas di kalangan Tionghoa di Singapura, Malaysia, dan sepertinya juga sedikit di Indonesia, tapi tidak di tempat lain.
Makanan
Berikut beberapa makanan yang biasanya ada waktu makan malam ini:
- Ikan: Biasanya dihidangkan utuh beserta kepala dan ekornya. Bahasa mandarin ikan ‘yu’ bunyinya mirip dengan ‘yu’ yang bermakna berlebih.
- Jeruk: Ju Zi – dimaknai sebagai Da Jie Da Li: Banyak Untung Banyak Rejeki
- Makanan berbentuk bundar: misal ronde, bakwan, atau hiwan sebagai wujud dari keutuhan keluarga
- Kue mangkok, roti kukus, permen: melambangkan kehidupan yang manis dan penuh rezeki
- Kuaci/kacang: suguhan waktu tamu-tamu bertandang, katanya melambangkan harapan agar banyak keturunan
- Kue keranjang: Nian gao – melambangkan kerekatan keluarga.
Untuk kue keranjang, meskipun sering dibagi-bagikan ke orang waktu Tahun Baru Imlek, biasanya kue keranjang tidak dimakan sampai acara Cap Gomek (15 hari sesudah Tahun Baru). Sedangkan dari pengalaman Abun, kue keranjang harus digoreng di hari ke-20, hari Thian Chon yang dalam bahasa Khek berarti langit bolong atau bocor. Kepercayaannya, pada tanggal ini biasanya hujan, jadi kue keranjang harus digoreng untuk “ditambal” ke langit supaya tidak hujan. Menurutnya lagi, karena banyak yg datang berkunjung, jaman dulu diameter kue keranjang bisa sampai 60 cm dan bisa dimakan untuk 1 bulan. Sekarang sih diameter rata-rata kue keranjang sekitar 10 cm.
Menunggu detik-detik Tahun Baru (Shou Sui) dan Petasan
Sesudah makan malam, keluarga akan bersama-sama menunggu datangnya Tahun Baru. Dinamakan Shou Sui, bila anak-anak melakukan ini, dipercaya akan membuat orang tuanya panjang umur. Selain ngobrol-ngobrol bersama keluarga, di Taipei banyak yang menghabiskan waktu dengan main Mahjong bersama sampai pagi.
Jam 12 malam, datangnya tahun baru akan ditandai dengan suara petasan yang ramai. Waktu pertama kali melewati Xin Cia di Taipei, Ko Wen kaget sekali karena tiba-tiba ada bunyi petasan yang ramai dan tidak henti-henti di tengah malam.
Kalau di Surabaya, tidak ada acara petasan dan kembang api. Setelah selesai makan (dan acara bagi-bagi angpao), biasanya masing-masing keluarga akan pulang ke rumahnya masing-masing. Abun bercerita kalau di Singkawang dulu masih ada budaya main petasan. Petasan yang mereka dapat dulu di Singkawang dan sekitarnya, berasal dari Sarawak.
Pai Nian, Angpao dan Ucapan Selamat Tahun Baru
Hari pertama Imlek adalah waktunya untuk memakai baju baru. Makanan kecil dan angpao juga harus sudah siap, karena orang-orang akan berkunjung ke rumah saudara dan teman. Tradisi ini disebut Pai Nian. Biasanya yang lebih muda akan datang ke rumah yang lebih tua untuk memberikan hormat dan mengucapkan harapan dan selamat di tahun yang baru.
Cara memberi hormat (pai-pai ) adalah dengan mengepalkan kedua tangan, menggerakkan tangan ke depan dan ke belakang sambil mengucapkan ‘Gong Xi’ yang artinya selamat, kependekan dari ‘Gong Xi Fat Chai’ (Selamat Tahun Baru).
Selain ‘Gong Xi’, berikut beberapa ucapan selamat dan harapan menurut Tante Kwan:
- Xin Nian Kuai Le : Semoga berbahagia di Tahun Baru
- Xin Nian Jin Bu : Semoga semakin maju dan makmur di Tahun Baru
- Xin Nian Fa Da Cai : Semoga kaya raya di Tahun Baru
Berhubung tahun ini adalah Tahun Kuda (Ma Nian), ucapan Xin Nian di atas bisa diganti dengan Ma Nian. Teman kami, Yunita, juga merekomendasikan ucapan selamat khusus untuk Tahun Kuda:
- Ma Nian Da Ji : Semoga Beruntung di Tahun Kuda
- Ma Dao Cheng Gong : Kuda datang, sukses pun tiba
Setelah pai-pai, biasanya orang tua akan memberikan angpao kepada yang lebih muda. Angpao adalah uang hadiah yang dibungkus dalam amplop merah dan menjadi incaran utama anak-anak di perayaan tahun baru imlek.
Angpao hanya diberikan oleh orang-orang yang sudah menikah kepada mereka yang masih kecil dan belum menikah. Mungkin karena menganggap status sudah menikah sebagai tanda orang itu sudah dewasa dan mapan secara ekonomi.
Di Taiwan, hari kedua Tahun Baru digunakan untuk berkunjung ke keluarga perempuan, dan tentunya macet mudik terjadi lagi. Sementara Abun bercerita, dulu waktu ia tinggal di kampung kecil dekat Singkawang, hari kedua digunakan orang-orang untuk jalan-jalan ke kota untuk makan es serut, makan rujak, dan nonton di bioskop. Istri Abun senang sekali masa-masa Xin Cia. Karena ia bisa dapat duit dari angpao, bisa jalan-jalan ke kota Singkawang pakai baju baru dan pakai perhiasan yg cuma bisa dikenakan setahun sekali. Ya, sebelum dia menikah tentunya.
Penutup dan Makna Tahun Baru Imlek
Saat melakukan riset kecil tentang Xin Cia ini, kami merasa kelabakan dengan banyaknya tradisi perayaan tahun baru Imlek dan jawaban yang bervariasi mengenai makna-makna tradisi. Mohon maaf sebelumnya bila ada informasi yang kurang benar, apalagi pinyin yang mungkin cukup amburadul. Kami akan senang sekali bila ada yang mau memberikan komentar dan membagi pengalaman perayaan tahun baru Imleknya, tambahan info, atau feedback yang lain.
Kami juga sengaja tidak berfokus ke sembahyangan, seperti Sembahyangan Toapekong Naik tanggal 24 bulan 12 Imlek, Sembahyangan Tuhan Allah tanggal 9 bulan 1 Imlek, ataupun perayaan Cap Gomek tanggal 15 bulan 1 Imlek. Selain agar lingkup artikel tidak lebih luas lagi, orang-orang yang kami tanya pun juga tidak begitu memahami acara sembahyangan ini. Nampaknya acara sembahyangan lebih banyak dilakukan oleh orang-orang yang masih taat dengan ajaran Confusius. Sementara tradisi-tradisi yang kami sebutkan di atas masih cukup biasa dilakukan oleh orang Tionghoa kebanyakan.
Beberapa hal yang bisa kami tangkap dari hasil bertanya-tanya dan belajar mengenai tradisi perayaan tahun baru Imlek adalah pentingnya makna keluarga dalam perayaan Xin Cia. Tahun Baru Imlek adalah waktu yang diluangkan bersama keluarga, untuk merekatkan hubungan keluarga, menunjukkan bakti kepada orang tua, dan juga membagikan rejeki kepada yang lebih muda.
Selain itu, makna perayaan tahun baru Imlek adalah harapan. Banyak sekali simbolisme mengenai harapan akan tahun yang lebih baik, meninggalkan segala hal yang buruk dan tidak menyenangkan di tahun ini, untuk menerima rejeki dan kebahagiaan di tahun yang baru.
Jadi kami tutup artikel ini dengan ucapan dari Ko Wen, ‘Xin Nian Kuai Le, Shi Shi Ru Yi’, yang artinya kurang lebih adalah: Happy new year, everything happens as you wish for.