- Deasy Esterina & Christian – Rayuan Pulau Kelapa
- Deasy Esterina & Christian – You and I (Inggrid Michaelson cover)
- Deasy Esterina & Christian – Everybody (Inggrid Michaelson cover)
- Redo Nomadore ft. Vidy – Joy Circle
- Redo Nomadore ft. Vidy – I Met This Girl
- Redo Nomadore ft. Vidy – V
- Humi Dumi – Pack of Friends
- Humi Dumi – Sleep
- Humi Dumi – Gravity (Coldplay Cover)
- Humi Dumi – Ceria Cerita
- Humi Dumi – Take You Away (Angus & Julia Stone cover)
- Humi Dumi – Bella on 79 Second
- Alepak – Lari
- Alepak – Tidur Dimanapun Bermimpi Kapanpun (Morfem cover)
- Alepak – Tujuan
- Mbeng – Our Times Our Feeling (The Dying Sirens cover)
- Mbeng – The Rain Song (The Dying Sirens cover)
- Mbeng – Lovely Eyes (The Dying Sirens cover)
- Mbeng – Bye Bye (The Dying Sirens cover)
- Kharis Junandharu – Gubeng Rendezvous
- Kharis Junandharu – Of Greed and Despair
- Kharis Junandharu – Wandering Wench
- Kharis Junandharu – Estetik R
Perempuan berambut pendek berkaos turquoise itu maju dengan kepercayaan diri yang tak utuh. Ia mulai duduk di kursi kayu, menyilangkan kaki, tersenyum malu-malu, dan mulai menyapa segelintir penonton yang kelaparan menanti datangnya waktu berbuka puasa. “Err perkenalkan nama saya Deasy Esterina, ini perform pertama yang (membuat) saya rodo ndredeg,” kata perempuan itu lirih,”Pertama saya akan melantunkan lagu Rayuan Pulau Kelapa, biar rodo syahdu gitu sore-sore gini…” kemedokan Deasy disambut tepuk tangan meriah dari siapapun yang hadir pada sore yang ajaib itu.
Selanjutnya, melalui gitar akustik yang ia pangku mengalirlah nada-nada. Sesekali salah kunci itu biasa. Maklum, ini pertama kalinya Deasy unjuk kebolehan dalam memetik gitar. Baru sebulan ia belajar. Kunci-kuncinya pun belum semua dihafal. Petikannya masih kaku. Temponya masih acak-acakan. Telapak tangan kirinya belum kapalan.
Tapi Deasy cuek saja. Tangannya terus menjelajahi batas-batas grip yang baru saja dikenalnya. Beruntung sore itu adik lelakinya, Chris, datang dan bersedia menjadi teman duet. Sehingga penampilan perdana gadis Ambarawa ini tak hancur-hancur amat lah. Justru setelah menyelesaikan “You and I” dan “Everybody”-nya Inggrid Michaelson, penampilannya diganjar tepuk tangan meriah. Penonton pun mulai meneriakkan nama panggungnya yang baru: Deasy Joplin.
“Maaf atas kekurangannya, terimakasih terimakasih atas kesempatannya!” kata Deasy Joplin mengakhiri pertunjukan.
Pagelaran musik bersahaja seperti Piknik Akustik memang tidak hanya menampilkan musisi ber-skill di atas rata-rata dengan pengalaman manggung yang tinggi. Pendatang baru seperti Deasy pun diberi kesempatan yang sama. Pada Piknik Akustik sebelumnya, Pak Handoko Suwono—seorang member gaek c2o Library—secara impromptu memainkan beberapa tembang evergreen dengan teknik petikan yang membius. Kejutan-kejutan kecil seperti itulah alasan paling utama untuk merindukan Piknik Akustik.
Setelah Deasy, acara jeda sejenak untuk berbuka puasa. Berbagai minuman, buah segar, brownies dan panganan kecil hasil potluck terhidang lezat. Memuaskan dahaga sebagian besar pengunjung yang menjalankan ibadah puasa Ramadhan.
Sambil berbuka, para pengunjung dapat melihat berbagai pameran artwork yang ditampilkan oleh LOS, sekelompok arek Suroboyo yang gemar menggambar. Mereka mengajak 60 ilustrator lain untuk bergabung bersama dalam pameran yang bertemakan musik. Pameran ini cukup unik karena setiap perupa diminta untuk melakukan pemaknaan kembali terhadap musik yang mereka sukai. Bembi menggambar Atari Teenage Riot, Nita menggambar Jonsi, Icha menggambar World’s End Girlfriend, Ayibc menggambar Recto Fakie, dan Thomas menggambar banyak sekali. Artwork mereka dituangkan dalam medium selebar sampul piringan hitam yang ikonik, mengulang romantika pada masa sampul vinyl masih menjadi medium seni visual yang populer. Katalog artworknya dapat dilihat di bawah ini.
Di sudut lainnya, panitia menyiapkan sekardus penuh piringan hitam dan kaset bekas dijual untuk siapapun yang berminat. Gelaran ini lazim disebut Records Store Day yang dirayakan secara internasional sebagai bagian dari gerakan para pecinta musik terhadap rilisan fisik yang saat ini sudah mulai dilupakan. Di Surabaya sendiri baru kali itu acara Records Store Day diadakan, semoga bukan untuk yang pertama sekaligus yang terakhir.
Acara pun di lanjutkan dengan penampilan Redo Nomadore, pemuda karang taruna yang terpengaruh oleh bebunyian dari Fleet Foxes dan Rodriguez. Sebelumnya Redo pernah menjadi pembuka untuk mini-konser Sisir Tanah di c2o juga, namun untuk Piknik Akustik ia ingin tampil lebih canggih. Maka ia pun menggandeng Vidy, seorang violinist cantik untuk mendampinginya. Sesekali terasa duet ini belum menemukan senyawa kimia yang kuat. Vidy masih agak kedodoran dalam menghadapi musikalitas Redo yang ekspresif. Tapi tak apa, setidaknya penampilan Redo kali terasa segar karena ada pemanisnya. Total, Redo dan Vidy memainkan tiga lagu: “Joy Circle”, “I Met This Girl”, dan “V”. Semoga pasangan duet ini langgeng dalam berkarya dan tak lupa mengunggah lagu-lagunya di Souncloud agar musiknya dapat didengar lebih banyak orang.
Semakin malam, pengunjung semakin ramai saja. Bahkan karpet lipat yang disediakan tak cukup menampung semua penonton. Maka sebagian yang apes terpaksa berdiri saat menikmati penampilan cantik dari Humi Dumi. Band beranggotakan tiga cowok dan dua cewek ini membawakan lagu-lagu folk-pop yang hangat. Senandung yang dinyanyikan Qanita, vokalis Humi Dumi, tampak inosens. Simak saja lagu Sleep yang baru saja mereka rilis. Petikannya meninabobokan, suara vokalnya seperti sinden Irlandia yang memiliki kemampuan hipnotis agar kita tidur lebih awal. Selebihnya mereka membawakan lagu “Pack of Friend”, “Ceria Cerita”, “Bella on 79 Second” dan dua versi cover untuk “Gravity”-nya Coldplay dan “Take You Away”-nya Angus and Julia Stone.
Setelah dibuai oleh Humi Dumi, tidur kita terganggu oleh kegaduhan yang dibawa Alepak. Sebetulnya agak susah mendefinisikan Alepak, makhluk macam apakah ini? Mereka tidak pantas disebut band karena tidak memiliki keseriusan yang cukup untuk disebut band. Bahkan sepertinya serius adalah kata yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Alepak. Lirik lagu mereka mampu membuat siswa teladan untuk membolos sekolah dan mengubur masa depan mereka yang cerah. Single yang mereka bawakan sangat depresif, seperti “Lari” yang mempertanyakan tujuan olahraga pagi. “Lagu ini menceritakan kalo kita mau olahraga itu nggak gampang, apalagi pagi hari…” kata Goyco, sang vokalis.
Sedangkan lagu lainnya yang berjudul “Tujuan” berpotensi menjadi anthem para pemuda labil abad ini.
Tuhan berikan aku tujuan//Tuhan berikan teman-temanku tujuan//Aku mohon petunjukmu o ya Tuhan//Supaya hidup kami tak begini tak begini begini begini saja…
Syukurlah Alepak tidak terlalu banyak membawa lagu. Karena Goyco ingat bahwa malam itu adalah hari perayaan ulang tahun bapaknya, sehingga ia tidak boleh pulang terlalu larut.
Bila line up di atas didominasi oleh pendatang baru, maka ada dua penampil lain yang mewakili generasi sebelumnya: Mbeng dan Kharis
Branandi Wardhana Madya Karunia, atau lebih akrab disapa Mbeng, adalah eksponen skena musik indie Surabaya era awal 2000. Ia pernah tergabung dalam Call Me Nancy, Clover, The Dying Sirens, dan Friday. Sebetulnya Mbeng saat ini berdomisili di Jakarta, namun karena sedang mudik, akhirnya Tinta memintanya untuk manggung dadakan. Maka Mbeng pun membawakan empat lagu bagi para pengunjung Piknik Akustik: “Our Time Our Feelings”, “The Rain Song”, “Lovely Eyes”, dan “Bye Bye”.
Kharis Junandaru menjadi penutup gelaran Piknik Akustik kali ini. Lama tidak terdengar kabarnya, ternyata kualitas vokal Kharis masih prima. Di awal penampilan ia terlihat sedikit kaku. Barangkali karena kurang persiapan. “Ahh saya agak bingung ini mau main apa…” kata Kharis. Tapi rasa bingung itu segera teratasi. Ia pun membawakan lagu-lagu Greats, band yang dibesarkan Kharis namun sedang hiatus karena sebagian personilnya sibuk bekerja.
Kharis bersenandung sendiri malam itu. Lagu “Gubeng Rendezvous” menjadi pembuka yang manis dan membawa ingatan pengunjung yang hadir akan romantisme Stasiun Gubeng. Selanjutnya, dengan jeda yang minimalis Kharis melanjutkan mantra sihirnya berupa “Of Greed and Despair” dan single lumayan baru “Wandering Wench”. Setelah lagu ketiga, Kharis berusaha menyudahi pertunjukan. Tapi penonton tak sepenuhnya rela Kharis main hanya tiga lagu saja, mereka minta encore. Dan Kharis pun meluluskan permintaan penonton dengan mempersembahkan lagu penutup berjudul “Estetik R”.
Takkan kubiarkan kota merampasmu sepenuhnya…//Hingga yang kudapat nanti hanya sampah sisa-sisa…//Percayalah langit bumi menahanku//Langit bumi menahanku
Virtuositas Kharis dalam mengolah nada dan mewujudkannya dalam bentuk tinggi rendah suara patut mendapat pujian. Empat lagu Kharis bernafas balada yang melankolis, liriknya puitis, dan sebuah gitar akustik menjadi katarsis yang sempurna dalam menutup malam yang indah itu.
Album ini menggunakan lisensi Creative Commons BY-NC-SA. Anda bebas untuk mengunduh, mengolah-ulang dan membagikannya secara gratis asal mencantumkan sumber materi ini, tidak mengambil keuntungan komersial dan wajib menggunakan lisensi yang sama. Unduh dari SUB/SIDE Music.