Friday nyaris tak pernah tampil di kota asal mereka Surabaya sejak 2007 silam. Terakhir kali mereka manggung adalah saat merilis album “Sitting On Anything Cold” di sebuah kafe di bilangan Taman Apsari. Sebetulnya, pada tahun 2009, Friday pernah tampil dengan cukup megah di Planetarium Taman Ismail Marzuki. Namun kabar mengenai gig ini hanya beredar di kalangan terbatas melalui beberapa webzine dan Facebook. Review tentang gig ini pun hanya ada di sebuah media musik online Jakarta.
Nyaris tak ada kabar tentang Friday setelah gig di Planetarium bertajuk “High With Friday” itu, hingga namanya terpampang di berbagai promo Sunday Market Vol. 06. Ah, it’s Friday on Sunday! Kabar ini pun segera menyebar cepat, menimbulkan rasa senang dalam hati para penikmat musik dan penggiat skena independen di Surabaya. Apalagi Friday akan tampil sepanggung dengan Jirapah, kugiran fenomenal dari Jakarta yang hadir satu dekade setelah Friday berdiri.
“Lihat persiapan Friday tadi siang merinding banget, baru soundcheck saja atmosfer floating-nya terasa,” ujar Adhiel Alba, bassist Hi Mom!, yang malam itu juga menjadi kru dari Sunday Market.
Sesaat setelah Jirapah mengakhiri show mereka, di panggung pun terlihat para kru mempersiapkan instrumen Friday. Terlihat juga Khukuh “Kupre” Yuda, vokalis Hi Mom!, yang membantu menjadi roadie Friday malam itu. “Friday itu adalah band yang menginspirasi aku mendirikan Hi Mom!.” kata Khukuh saat ditanya mengapa ia membantu Friday. “Waktu lihat Friday main tahun 2007, aku langsung pingin membuat band dengan musikalitas yang sama kayak mereka.” Di tahun itu Friday tampil mempromosikan “Sitting On Anything Cold” pertama kali, tak dinyana itu adalah kali terakhir mereka main di Surabaya.
Apa yang mereka lakukan malam ini di Sunday Market adalah test case pertama mereka di depan publik Surabaya sejak 2007. Sebagian dari audience yang akan melihat mereka malam ini mungkin adalah generasi yang tak mengalami sensasi saat mendengar EP “Mind To Get Close” pertama kali.
Jam 19.15, Friday memulai pertunjukan mereka. Bassist Nur Komari terlihat lebih dahulu, disusul Fithor Faris yang langsung memukul tomtom memainkan pembuka The Pocket Knife yang khas diikuti raungan gitar raw Guntur Mahambera. Vokal dengan pitch sedang dari Bram Authar Barid mengikuti kemudian. Malam itu, Bram mengenakan jaket jumper yang hood-nya terus mengerudungi kepalanya hingga akhir pertunjukan menambah kesan misterius dari band ini. Turn mengalun menjadi lagu kedua, mengingatkan semua orang bahwa 11 tahun telah berlalu sejak lagu ini pertama kali diperdengarkan dan banyak crowd ikut bergumam mengikuti irama rhythm yang menjadi hook lagu ini.
Nomor epik Mind To Get Close yang hadir kemudian terasa lebih bernyawa dibandingkan versi albumnya, timbul lagi rasa menyesal melewatkan gig mereka di Planetarium Jakarta, ritme gitar dan synthesizer yang berulang seakan menciptakan ruang baru dalam venue malam itu. Ruang baru itu bertahan saat Nobody Takes As Much As Interest In Their…. dibawakan dan walau minus drum machine, ketukan drum Fithor yang menggantikannya mampu menjaga keintiman komposisi ini. Nomor singkat As Much As Nobody tampaknya menjadi selingan singkat untuk masuk dalam tahap selanjutnya dari pertunjukan ini yang akan diisi lagu-lagu bertempo cepat. Raungan gitar dan bass full treble Nur Komari dipadu bebunyian synthesizer pada title song Sitting On Anything Cold, semakin memperkuat atmosfer sureal di venue, yang mungkin akan lebih menarik lagi seandainya malam itu penampilan Friday diiring visual effect yang mendukung.
Lagu Elses sanggup menjadi pelipur bagi sebagian crowd yang menikmati Friday karena pengaruh dari Radiohead. Gaya Friday di lagu Elses seperti sebuah chanting akan suatu kenikmatan individual, kenikmatan yang selalu ada dan terbentuk di setiap venue saat Friday tampil, menjaring siapapun untuk masuk ke dalam atmosfer yang mereka ciptakan.
Tampak sekali bahwa saat ini sepertinya publik Surabaya mulai bisa menerima musikalitas Friday. Ketika lagu Starts To Over dimainkan, terlihat beberapa penonton iseng melakukan crowdsurfing. Apakah ini para fans lama yang dahulu tersembunyi diantara hingar bingar genre lain ataukah memang terjadi pergeseran selera musik di kalangan anak-anak muda Surabaya yang menggantikan selera generasi lama?
Lagu Fin sempat diputar audionya, mungkin sebagai pertanda encore, sayang memang lagu seindah ini tak dibawakan live. Single keluaran 2011 yang menghentak, Crown Of The Golden Sun membawa audience pada nuansa ambience-art rock yang kental. Untuk kesekian kalinya, Friday membawakan lagu mereka lebih baik dari versi albumnya. Kenikmatan surrealistis itu mencapai klimaks saat show malam itu ditutup dengan Sinery yang megah. Permainan cantik synthesizer dan gitar yang menjadi layer bernada gamelandipadukan syncoop drum Fithor menjadikan Sinery sebagai perpisahan yang indah dari Friday malam itu.
Penampilan Friday pun berakhir. Sebuah pertunjukan yang apik untuk sebuah band yang telah lima tahun absen. Pemilihan list lagu pun sangat cermat, sehingga atmosfer audience terbangun dengan baik. Berakhirnya penampilan Friday dan peluncuran re-issue album “Sitting On Anything Cold” di event Sunday Market mungkin menjadi pertanda semakin tingginya apresiasi masyarakat Surabaya, terutama kalangan muda penikmat musik indie, terhadap harta karun tersembunyi kota Surabaya yang telah tergali kembali. Sebuah harta karun bernama Friday.