Artikel ini dibuat sebagai bagian dari #PerakProject, yang mengajak berbagai kanca-kanca muda Surabaya untuk melihat, mendokumentasikan, dan membuat karya mengenai hubungan manusia dan tempatnya di Perak dan Surabaya. Selengkapnya: http://ayorek.org/perakproject/
Waktu terang bulan, udara bersinar terang
Terang lah sekali di kota lah Surabaya
Belum berapa lama saya duduk dengan bimbang
Datang kawan saya, Si Gendut itu namanya
Ayo rame-rame, pergi kota Tanjung Perak
Tanjung Perak pernah mengalami masa jaya di tahun 1930-an, serta menjadi ikon perniagaan. Ada suatu masa ketika Tanjung Perak bahkan lebih ramai daripada Tanjung Priok. Tanjung Perak adalah satu dari tiga tempat di Surabaya—tempat lainnya adalah Tunjungan dan Jembatan Merah—yang pernah diabadikan dalam sebuah lagu. Lagu Tanjung Perak konon disadur irama dan beberapa penggal liriknya dari lagu Belanda berjudul We Gaan Naar Zandvoort Aan De Zee (cek juga versi Sinten Remen, OST Soegija). Lagu yang sangat terkenal sejak dekade 1960-an ini cukup sukses “mempromosikan” nama Tanjung Perak sebagai ikon kota Surabaya.
Namun tempat ikonik ini semakin hari semakin terasa meredup denyut jantung kehidupannya.
Dua puluh tahun yang lalu saja, Perak masih lebih “hidup” hingga dini hari, dengan warung kopi dan berbagai macam kuliner bertebaran dari jalan raya hingga gang-gang pemukimannya. Perak menjadi rujukan tempat untuk bersantai, jalan-jalan, nongkrong menikmati makanan atau menikmati pemandangan ke arah laut bagi banyak warga Surabaya. Namun saat ini, daerah Perak setelah jam 8 malam boleh dikata selalu sepi, gelap, hanya lalu lalang trailer yang masih sering terlihat.
Tapi… Apa itu Perak?
Panggil satu taksi, kita bersama bersorak
Tanjung Perak tepi laut, siapa suka boleh ikut
Perak adalah pelabuhan niaga yang melayani perdagangan di dalam negeri maupun internasional yang memiliki tiga dermaga, Dermaga Penumpang untuk kapal penumpang, Dermaga Berlian untuk perdagangan barang jadi dan Dermaga Intan untuk pengiriman barang-barang hasil industri. Jika kita mendengar kata “Perak” bagi anak-anak kecil di Surabaya berarti “tempat buat lihat kapal”. Tanjung Perak adalah tempat di mana masyarakat Surabaya dapat menghabiskan waktu senggang sambil melihat kapal berlabuh dan klakson kapal.
Perak berada di Surabaya utara, di sisi barat Kali Mas, sebelah timur Moro Krembangan (lokasi AAL dan yang danau buatannya /bozem bisa menjadi patokan) dan sebelah utara Krembangan Selatan (Jalan Indrapura, Museum Kesehatan). Untuk ke sana dapat diakses melalui Jalan Indrapura yang di ujungnya akan menjadi dua, kiri ke arah Perak, kanan ke Jalan Rajawali. Arah ke Perak akan bertemu jalan raya kembar yang menjadi urat nadi daerah Perak dan satu-satunya akses utama di Perak, yaitu Jalan Perak Barat dan Perak Timur.
Akses alternatif menuju Perak dapat melalui Jalan Sisingamangaraja. Jalan raya arteri kuno ini terkenal karena di tengah-tengahnya terdapat Jembatan Petekan. Jalan ini akan berujung di bagian tengah Jalan Perak Timur. Akses ini berguna bagi yang ingin ke Perak dari arah Pegirian atau Jl. KH Mas Mansyur (Ampel).
Anehnya, Perak sebagai daerah yang paling ikonik di Surabaya Utara tidak memiliki lembaga administratif mandiri setingkat kecamatan. Jika pun ada maka Perak terbagi dalam 4 kelurahan yang terbagi dalam 2 kecamatan berbeda. Kelurahan Perak Barat masuk dalam Kecamatan Krembangan. Sedangkan Perak Timur, Krembangan Utara dan Perak Barat masuk dalam Kecamatan Pabean Cantian.
Perak mulai menjadi pelabuhan modern di tahun 1912, di masa penjajahan Belanda saat Pelabuhan Ujung mulai dialokasikan untuk pelabuhan militer.
Perak di masa Kerajaan Surabaya (Jayengrono) di Abad ke 15 hingga 16 Masehi, merupakan kawasan rawa-rawa dan tanah dari endapan sungai Kali Mas. Letak Kerajaan Surabaya sendiri berada jauh dari pusat kota Surabaya sekarang. Saat itu, Surabaya berpusat di area Tugu Pahlawan – Baliwerti.
Dari mana nama “Perak” berasal? Ada kemungkinan dari kata “parak”, sebuah kata dalam bahasa Jawa yang artinya “dekat” atau “mendekati”. Pastinya juga bukan nama tempat atau desa seperti nama-nama lain di Surabaya – semisal Peneleh atau Gunungsari – yang mengambil nama kampung di wilayah tersebut.
Tapi jika kita membaca buku Oud Soerabaia karya Von Faber, nama Perak baru ada setelah Belanda menggunakan wilayah ini untuk pelabuhan dan pembangunan pelabuhannya di tahun 1910-an. Bahkan di peta perencanaan yang dibuat tahun 1898, nama Tanjung Perak belum ada.
Dalam sebuah peta yang diterbitkan tahun 1920 oleh Otoritas Pelabuhan Belanda, tampak ada tulisan “Tandjoeng Perak Boom” untuk satu dermaga yang sekarang bernama Dermaga Priuk di sebelah barat Jalan Perak Barat. Dermaga ini adalah dermaga yang paling dekat dengan jalan arteri Perak Barat, sehingga ada kemungkinan nama dermaga ini digunakan untuk mewakili seluruh kawasan pelabuhan ini, mengikuti sebuah cara penamaan pars pro toto—di mana satu nama dari bagian kecil kawasan itu digunakan untuk mewakili keseluruhan kawasan tersebut.
Satu kemungkinan lain adalah adanya dua pelabuhan lain yang telah menggunakan nama “Tanjung” yaitu Tanjung Mas di Semarang dan Tanjung Priok di Jakarta, apakah penamaan Tanjung Perak merupakan sekuen dari penamaan nama pelabuhan-pelabuhan besar di Pulau Jawa? Masih perlu ditelaah dalam waktu-waktu mendatang.
Mengapa bernama Tanjung?
Tak ada yang tahu pasti kapan nama “tanjung” ditambahkan. Ada kemungkinan sejak kolonial Belanda membangun Perak menjadi pelabuhan modern.
HM de Vries dalam The Importance Of Java (1928) mengatakan bahwa endapan sungai Kali Mas yang membentuk tanah seperti tanjung kecil. Endapan ini akhirnya menumpuk di sepanjang hilir Kali Mas, yang berasal dari lumpur yang dibawa aliran Sungai Brantas. Endapan lumpur ini berlangsung selama ratusan tahun membentuk massa tanah yang akhirnya menjadi tanah kota Surabaya. Proses alam inilah yang kemudian menjadikan dua sisi muara Kalimas menjorok ke laut. Sisi barat menjadi Tanjung Perak, sisi timur menjadi Ujung – pangkalan AL yang di masa Belanda mendapat julukan Mooderlust (lautan lumpur).
Sementara buku Rajawali Laut – Kiprah Penerbamgam TNI-AL, Puspen TNI-AL (1994) mengatakan bahwa wilayah yang sekarang bernama Tanjung Perak adalah sebuah tanjung buatan hasil rekalamasi pemerintah Hindia Belanda untuk menyamai posisi Ujung yang ada di sisi timur Kali Mas.