Perpustakaan Bank Indonesia: Bibliotek Mayangkara, tempat baru para pecinta buku

Setelah beberapa kali mengalami pergantian fungsi, gedung Mayangkara—yang konon di awal abad 20 adalah rumah terbaik yang ada di Surabaya—kini dibuka sebagai satu perpustakaan yang nyaman, terbuka mewadahi pengetahuan dan kegiatan warganya.

Jalan-jalan, Sejarah · 17 April 2014 · Keywords: ·
PerpusBI-Mayangkara Surabaya

Tulisan ini dibuat sebagai bagian dari kerjasama Ayorek! dengan Bank Indonesia, untuk festival buku dan kota Surabaya, Text & the City: Stories of Surabaya, selama 12 April – 4 Mei 2014 di Perpustakaan BI, Surabaya. Untuk jadual dan informasi acara, kunjungi: http://ayorek.org/events/text-city/


Sekilas, bangunan bergaya indische ini berbentuk seperti tumpeng simetris yang terbuat dari kertas origami. Arsitekturnya merupakan perpaduan dari gaya Kolonial, Hindu dan Jawa. Bagian atap begitu mendominasi. Bermodel curam diadopsi dari gaya Perancis. Di puncaknya tersemat finial, sebuah mahkota atap, dan aksesoris bergaya Renaissance. Pada sisi utama finial dipasang kaca patri yang menjadi jalan masuk cahaya. Memantulkan warna buah-buahan tropis pada dinding putih tebal berlapis beton bertulang. Barisan batu alam menopang kaki-kaki bangunan. Dan stilasi pagar berbentuk figur manusia menjadi bingkai bangunan elok ini.

Konon, di awal abad XX, ini adalah rumah terbaik yang ada di Surabaya.

Teras Perpustakaan BI. Foto: Josef K. Rahardjo

Teras Perpustakaan BI. Foto: Josef K. Rahardjo

Gedung Mayangkara dulunya disebut Woning voor Agent van Javasche Bank, yaitu rumah dinas bagi petinggi De Javasche Bank, salah satu bank terkemuka pada zaman kolonial Belanda. Setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tahun 1953, De Javasche Bank berubah nama menjadi Bank Indonesia. Awalnya gedung ini menjadi kantor utama Bank Indonesia di Surabaya. Pada tahun 1973 kantor Bank Indonesia pindah ke Jalan Pahlawan, hingga saat ini.

Ruang pertemuan di lantai 2 gedung sebelah. Foto: Erlin Goentoro

Ruang pertemuan di lantai 2 gedung sebelah. Foto: Erlin Goentoro

Gedung ini pun berganti-ganti fungsi. Dari tahun 1950 hingga tahun 1975, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas Komando Militer Surabaya dan kantor pemerintah. Setelah itu, dari tahun 1975 sampai pada tahun 2004, bangunan yang berhadapan langsung dengan Kebun Binatang Surabaya ini difungsikan sebagai Museum Mpu Tantular, dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Gedung Perpustakaan Bi merupakan salah satu cagar budaya di Surabaya. Foto: Erlin Goentoro

Gedung Perpustakaan Bi merupakan salah satu cagar budaya di Surabaya. Foto: Erlin Goentoro

Bangunan yang menempati areal seluas 4.140m² ini akhirnya dikembalikan kepada Bank Indonesia pada tahun 2004. Rencana untuk merenovasi Gedung Mayangkara pun muncul, tapi baru pada tahun 2010 peremajaan mulai dikerjakan. Sebagai cagar budaya, renovasi tidak bisa dilakukan secara sembarangan, dan pembaharuan musti dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak bentuk aslinya. Bahkan, semula, cat temboknya saja harus didatangkan khusus dari Jerman. Baru tahap berikutnya cat tersebut sudah bisa dibeli dari pabrikan di tanah air.

Saat ini, gedung yang dibangun tahun 1921 oleh biro arsitek Belanda Architecten en Ingenieur Bureau Job en Sprij ini difungsikan sebagai Perpustakaan Bank Indonesia. Bertambah lagi sebuah pusat literasi di Surabaya. Masyarakat butuh lebih banyak lagi rumah baca dan taman pustaka yang dapat diakses oleh segala lapisan masyarakat. Perpustakaan Bank Indonesia adalah contoh yang baik, diperuntukkan bagi masyarakat umum dan gratis.

Dalam Perpustakaan BI. Foto: Josef K. Rahardjo

Dalam Perpustakaan BI. Foto: Josef K. Rahardjo

Memasuki gedung ini, melalui ruang Kamer KT 1, pengunjung hanya diminta untuk menunjukkan kartu identitas dan mengisi buku tamu. Tanpa pungutan, tanpa bayaran. Dan petugas akan memberikan sebuah kunci locker untuk menyimpan tas, jaket, atau barang bawaan lainnya. Koleksi buku berjejer rapi pada rak-rak kayu baru di ruang Kamer KT2, Kamer KB1, dan Kamer KB2.

Di brosur, dikatakan koleksinya mencapai sekitar ±15 ribu buku. Dari jumlah tersebut, 65 persen diantaranya adalah buku dan referensi tentang ekonomi, moneter, dan perbankan. Sisanya terdiri atas buku pengetahuan umum, psikologi, agama, politik, hukum, statistik, sains populer, arsitektur, kesehatan, hobi, sejarah, seni, olaharaga, hingga sastra.

Ruang baca. Foto: Erlin Goentoro

Ruang baca. Foto: Erlin Goentoro

Ruang bacanya luas dengan cahaya matahari yang melimpah. Jauh dari kesan gedung tua yang kusam dan angker. Suhu ruangan dijaga pada temperatur yang pas, menjadi jaminan kesegaran agar pengunjung betah berlama-lama.

Pada bagian utama, terdapat aula yang memanjang terbagi menjadi tiga bagian: Voorgalery, Vetbula, dan Achter Gallery. Di sini pengunjung dapat menemukan barisan coffee table dan sofa empuk. Di sepanjang sisinya tersusun deretan rak yang menampilkan koleksi buku terbaru dan majalah seperti Tempo, Trubus, Asri, National Geographic, Femina, SWA, Autobild, dan lain-lain.

Kenyamanan kelas wahid ini menjadi kompensasi yang seimbang karena koleksi buku di Perpustakaan Bank Indonesia ini tidak dapat dibawa pulang. Hanya boleh difotokopi dengan menghubungi pegawai perpustakaan yang sedang bertugas.

Kamar KT3, dilengkapi dengan komputer layar touch screen. Foto: Erlin Goentoro

Kamar KT3, dilengkapi dengan komputer layar touch screen. Foto: Erlin Goentoro

Perpustakaan ini didukung oleh teknologi informasi yang mumpuni. Jejaring internet nirkabel di perpustakaan ini memiliki kecepatan yang menakjubkan. Ditambah lagi dengan dukungan 20 Hawlett-Packard TouchSmart-PC dengan layar sentuh yang dapat digunakan untuk mengakses secara gratis jurnal-jurnal internasional seperti JSTOR, ProQuest, Emerald, The Economist, Asian Wall Street Journal, dan The Economist. Ruang komputer ini berada di bagian Kamer KT3.

Perpustakaan anak-anak. Foto: Erlin Goentoro

Perpustakaan anak-anak. Foto: Erlin Goentoro

Di seberangnya, Kamer KB3 diperuntukkan sebagai ruang baca anak. Berbeda dengan ruangan lain yang sunyi dan tenang, di kids library ini penuh dengan anak kecil yang bermain dan berlarian. Temboknya dan rak bukunya penuh warna. Ruangan ini beralas matras empuk berbentuk puzzle, lengkap dengan meja kursi mini serta mainan edukasi. Tidak hanya itu, koleksi bukunya juga sangat menarik, dari dongeng pengantar tidur, cerita Nusantara, atlas edisi kartun, hingga ensiklopedia anak.

Lounge Perpustakaan Bank Indonesia. Foto: Erlin Goentoro

Lounge Perpustakaan Bank Indonesia. Foto: Erlin Goentoro

Lounge, adalah bagian paling belakang. Tata letaknya menyerupai café, temboknya tersusun atas batu-batu alam. Bisa dibayangkan bagaimana meneer petinggi De Javasche Bank menikmati sore dengan segelas teh hangat dan roti jahe di sini. Ruangan ini bisa menjadi tempat untuk melepas lelah atau bercengkerama setelah seharian berkutat dengan pustaka. Setiap harinya rumah baca ini beroperasi mulai pukul delapan pagi hingga pukul empat sore. Libur pada hari Minggu.

Pembukaan Text & the City 12 April 2014 oleh Walikota Tri Rismaharini. Foto: Erlin Goentoro

Pembukaan Text & the City 12 April 2014 oleh Walikota Tri Rismaharini. Foto: Erlin Goentoro

Sebagai sebuah jujugan baru bagi pecinta buku, Perpustakaan Bank Indonesia ini perlu disosialisikan lebih luas lagi. Di sini, masyarakat diperbolahkan untuk mengadakan berbagai acara yang terkait literasi.

Pembukaan Text & the City: Diskusi tentang Surabaya, sejarah dan masa depannya, bersama Dhahana Adi, Oei Hiem Hwie, Dukut Widodo, dan Johan Silas. Foto: Erlin Goentoro

Pembukaan Text & the City: Diskusi tentang Surabaya, sejarah dan masa depannya, bersama Dhahana Adi, Oei Hiem Hwie, Dukut Widodo, dan Johan Silas. Foto: Erlin Goentoro

“Mulai dari launching buku, seminar, klab menulis, semuanya tanpa dipungut biaya. Saya harap perpustakaan ini bisa menjadi wadah untuk masyarakat melakukan kegiatan positif dan berbagi ilmu,” tutur Imam Suwandi, seorang pustakawan di Perpustakaan Bank Indonesia.

Tim Ayorek! di Perpustakaan BI saat pembukaan Text & the City, di depan display pameran Ode untuk Kota oleh LOS. Ria Octaria, Nitchii (dari LOS), dan Yuli. Foto: Erlin Goentoro

Tim Ayorek! di Perpustakaan BI saat pembukaan Text & the City, di depan display pameran Ode untuk Kota oleh LOS. Ria Octaria, Nitchii (dari LOS), dan Yuli. Foto: Erlin Goentoro


Tulisan ini dibuat sebagai bagian dari kerjasama Ayorek! dengan Bank Indonesia, untuk festival buku dan kota Surabaya, Text & the City: Stories of Surabaya, selama 12 April – 4 Mei 2014 di Perpustakaan BI, Surabaya. Untuk jadual dan informasi acara, kunjungi: http://ayorek.org/events/text-city/

This post is also available in: English