Pasar Kampung Ampel 2014: Kesederhanaan pada tempatnya

Pasar ini diharapkan mampu menjadi pemicu kehidupan Ampel, yang terlihat haus perubahan tapi terbentur kekhawatiran akan rusaknya tradisi ratusan tahun.

Budaya, Jalan-jalan, Pasar · 27 July 2014 · Keywords: , ·
FestivalKampungAmpel-43

Apakah yang membuat sebuah acara dikatakan sukses? Apakah hiburan dan makanan berlimpah? Ataukah ribuan kepala yang datang dan mengabadikan foto-foto diri mereka di tiap sudut? Toh, tak sulit menemukan banyak pengisi Ramadhan yang lebih megah dan meriah kiloan meter dari lokasi Pasar Kampung Ampel yang digelar di sepanjang Jalan Sasak pada hari Minggu, 20 Juli 2014 yang lalu tersebut.

Pasar Kampung Ampel di sepanjang Jalan Sasak. Foto: Erlin Goentoro

Pasar Kampung Ampel di sepanjang Jalan Sasak. Foto: Erlin Goentoro

Lalu apa yang membuat Pasar Kampung Ampel istimewa?

Sejatinya wilayah Ampel kini telah melewati batasnya sebagai kawasan reliji, dengan keragaman dan pembauran budaya yang telah menjadi bukti nyata selama ratusan tahun dalam menyajikan keaslian tradisi masyarakat sekitar, lengkap dengan arsitektur dan bahkan logat khasnya. Para pendatang tak lagi mengenakan peci di kepala dan tasbih di kantong-kantong mereka.

Acara yang diselenggarakan UPTD Ampel, Soledad & The Sister co., Ayorek!, dan ARA Studio ini adalah pilot-project untuk memajukan wilayah Ampel sebagai salah satu kawasan wisata yang masih kurang digarap dengan baik, terutama terkait kerapian dan kebersihan.

Pasar Kampung Ampel

Foto: Emirul Fahmi

Pasar Kampung Ampel dimulai sekitar pukul 3 sore, dengan para penjaja beragam pangan menyiapkan hasil terbaik mereka—mulai dari sate karak ala Madura, tahu campur yang sangat Surabaya, jajanan cantik khas pasar tradisional, hingga bubur gandum dan kebab bawaan masyarakat keturunan Arab. Tak sedikit pula yang menggali penasaran dari jenis kuliner baru.

Dipenuhi aura santai nan hangat, Pasar Kampung Ampel dengan cepat menarik perhatian masyarakat luar, terutama karena bazar makanannya dan nuansa eksotis Jalan Sasak—mulai dari Lawang Agung warisan Sunan Ampel, arsitektur kolonial, hingga rumah asli seniman kenamaan A. Kadir , yang memang telah terbentuk tanpa dekorasi buatan. Maklum, jalan ini adalah salah satu jalan tertua di Kota Surabaya, sebagaimana terlihat pada bentuk dan fungsi bangunan yang seakan tak peduli akan perubahan jaman.

Pameran foto di Pasar Kampung Ampel. Foto: Erlin Goentoro

Pameran foto di Pasar Kampung Ampel. Foto: Erlin Goentoro

Ketika mata-mata masih terlena oleh imajinasi rasa dari deretan penganan, samar-samar terdengar paduan vokal yang syahdu dari seberang pintu masuk. Beberapa kelompok nasyid ditampilkan dengan indah di antara apitan gedung-gedung kuno peninggalan kolonial, hingga matahari nampak condong memudar di langit Barat dan satu per satu lampion cantik yang menghiasi atap jalanan dinyalakan.

Lampion-lampion dinyalakan menjelang malam. Foto: Debby Utomo

Lampion-lampion dinyalakan menjelang malam. Foto: Debby Utomo

Keramaian tak juga menyepi, dan adzan maghrib yang seharusnya terdengar biasa, mampu menjadi conductor acara tersebut, menyatukan semua orang dalam tegukan lega dan mengambil jeda sejenak dari keduniawian yang mereka kejar.

Menjadi primadona bagi masyarakat luar, festival sehari ini seakan menjadi pesta rahasia bagi warga sekitar. Dari penjelasan beberapa orang, mereka tidak menemukan publikasi apapun, dan tiba-tiba saja muncul keramaian di jalanan depan rumah-rumah dan toko-toko mereka.

Meski demikian, tetap saja ini adalah fenomena penyegaran pendobrak keseharian mereka yang didominasi rutinitas rumah – toko selama belasan tahun. Tak ada lagi riuh becak dan bising motor di antara lamunan penjaga toko yang menanti suara tangan-tangan menjamah barang dagangan mereka. Semuanya digantikan gelak tawa dan binar mata penuh kepuasan.

Pasar Kampung Ampel. Foto: Emirul Fahmi

Foto: Emirul Fahmi

Pukul 9 malam berlalu, deretan lampion dipadamkan, meja-meja dibersihkan, namun pengunjung masih nampak belum terpuaskan. Sebagian masih mengais foto-foto diri mereka di antara sisa acara, sebagian lainnya memutuskan berpetualang di luar lokasi acara.

Pasar Kampung Ampel diharapkan mampu menjadi titik balik bagi kehidupan Ampel, yang terlihat sangat haus akan perubahan namun seringkali terbentur kekhawatiran akan rusaknya tradisi asli yang telah terbentuk selama ratusan tahun.

Tidak banyak pemuda lokal terlihat terlibat langsung sebagai penggerak, kurangnya fasilitas penerangan di beberapa tempat, serta penataan yang masih kurang pas, jelas menjadi sisi yang perlu diperbaiki, namun pada akhirnya Pasar Kampung Ampel hanyalah sebuah acara sederhana yang diselenggarakan tepat pada tempatnya: Acara yang diharapkan mampu membawa pembaharuan lingkungan sekitar, mampu menjadi alternatif bagi para pemburu wisata, mampu menjadikan kawasan ini berkembang secara ekonomi. Dan tentu saja, acara yang membawa perubahan bagi pola pikir kepada siapa saja yang menjejaki jalanan Ampel.