Apa yang ada di kepala kalian ketika detik berbuka puasa mendekat—es degan, tahu goreng, kolak pisang, atau mungkin juga langsung dihajar sepiring nasi goreng? Itulah yang mungkin lazim ditemui selama bulan Ramadhan.
Namun tidak demikian di Kampung Arab Surabaya. Di sini, kita dapat menemui waktu berbuka disambut dengan hangatnya bubur gandum, atau yang juga dikenal dengan bubur harissa.
Tak hanya ditemui di kampung Arab Surabaya, makanan ini juga dapat dijumpai di kampung Arab lainnya. Di kota Gresik, Jawa Timur, bubur harissa dikenal dengan nama bubur Dempul; diyakini dibuat pertama kali oleh Sunan Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik sejak 500 tahun silam. Meski demikian, di sana bubur ini hanya dikenal di Desa Giri, tempat Sunan Gresik dulunya bermukim selama menyebarkan agama Islam.
Lain halnya dengan di Pekarungan, Cirebon. Dulunya terdapat seorang saudagar Arab kelahiran tahun 1875 bernama Muhammad Islam Bayasut yang membagikan bubur harissa setiap bulan Ramadhan selama puluhan tahun. Tradisi ini diwariskan pada anak cucunya hingga saat ini. Awal mulanya, Islam Bayasut melihat para musafir yang menggelar sholat di daerah rumahnya kesulitan mendapatkan makanan untuk berbuka.
Dilihat dari sejarahnya, makanan ini pada zaman Nabi Muhamad SAW dikenal dengan nama Haleem. Dalam perkembangannya, bubur harissa hanya dimasak oleh golongan kaya selama bulan Ramadhan untuk dibagikan kepada para musafir dan kaum tak mampu, atau juga banyak disajikan dalam acara pernikahan. Dalam bahasa Arab, harissa berarti penjaga atau menjaga.
Tradisi ini kemudian dibawa oleh para saudagar Arab selagi mereka melakukan perjalanan. Di India, makanan ini diperkenalkan pertama kali pada abad ke-7 dengan nama Hyderabadi Haleem. Di Indonesia, makanan ini tidak dijual secara umum di jalanan, melainkan disajikan di atas meja-meja makan pribadi. Itulah mengapa makanan ini kurang populer di kalangan pengunjung dan agak sulit ditemukan.
Terdapat jenis bubur gandum lain, yakni Syurbah yang lebih encer sehingga mirip sup dan banyak dinikmati dengan maghli (sejenis lento). Ada Syurbah Baydha yang berarti sup putih, dengan rasa yang lebih manis dan ditambah susu. Sementara Syurbah Hamra berarti sup merah, dengan rasa berbumbu karena menggunakan rempah.
Pembuatan bubur ini memakan waktu lama dan proses yang rumit. Gandum dan beras dimasak dulu, direndam semalaman, lalu disatukan dengan santan encer (sekitar satu kelapa untuk tiap 1 kg beras). Setelah mendidih, masukkan daging dan rempah-rempah (jahe, laos, bawang putih, dan kayu manis yang sudah dihaluskan), sebelum direbus selama kurang lebih dua jam. Bubur kemudian disajikan; cocok dimakan bersama kurma, kopi, atau teh jahe.
Tidak seperti makanan khas Arab lainnya, bubur harissa memiliki rasa dan tekstur yang lebih lembut dan ringan di perut, sehingga pas sebagai hidangan pembuka puasa. Makanan ini diyakini menambah vitalitas dan kebaikan lainnya.
Bergabunglah dengan perayaan Pasar Kampung Ampel, Minggu, 20 Juli 2014, pk.14.00 – 21.00 di Jalan Sasak, Surabaya, gratis! Menampilkan Pasar Kuliner Arab, India, Madura; warung kopi Arab; pameran foto; tur berjalan kaki; pertunjukan musik; pemutaran video dokumenter. Lebih lanjut, cek halaman ini.
This post is also available in: English