Cerita dari Kampung Tambak Bayan

Berada di belakang kedai nasi campur yg cukup terkenal di Jl Pasar Besar Wetan, salah satu kampung Cina di luar Pecinan, yg tengah mengalami sengketa tanah.

Jalan-jalan, Kampung · 20 February 2015 · Keywords: ·
TambakBayan-2

Nasi Campur Tambak Bayan adalah salah satu kuliner yang populer di Surabaya, tapi kampung Tambak Bayan sendiri tidak begitu dikenal oleh warga Surabaya. Depot Nasi Campur Pojok Tambak Bayan berada di Jalan Pasar Besar Wetan yang ramai dengan toko-toko, sementara kampung Tambak Bayan berada di belakangnya. Kampung Tambak Bayan yang berada di barat sungai Kali Mas bisa juga dijelajahi melalui Jalan Kramat Gantung dengan deretan toko yang menjual beragam karpet, kulit, dan busa. Tambak Bayan adalah salah satu kampung Cina yang berada di luar Pecinan Surabaya.

Menurut Claudine Salmon, pemukiman Cina muncul di Surabaya pada akhir abad ke-17 dan mengalami perkembangan yang signifikan pada abad ke-18 sampai abad ke-19. Jika dibandingkan dengan pemukiman Bumiputra atau pemukiman Arab, pemukiman orang-orang Cina lebih teratur. Mereka menempati wilayah yang lebih luas di kampung Songoyudan, Panggung, Pabean, Slompretan, dan Bibis. Kampung-kampung tersebut disebut dengan Pecinan.

TambakBayan-21

Foto: Erlin Goentoro

Purnawan Basundoro dalam bukunya Merebut Ruang Kota: Aksi Rakyat Miskin Kota Surabaya 1900-1960an menuliskan bahwa pada tahun 1920an datang secara bergelombang orang-orang dari daratan Cina ke kota Surabaya. Mereka merupakan korban pergolakan politik di negeri Cina. Pasca-krisis ekonomi 1930, datang lagi orang-orang Cina dari berbagai perkebunan di Kalimantan dan Sumatra, kali ini korban krisis ekonomi. Sebagian besarnya adalah orang-orang miskin yang tidak memiliki apa-apa. Sebagian dari mereka kemudian membangun pemukiman seadanya di kawasan Kapasari Kidul di sebelah timur Pecinan, yang merupakan tanah partikelir dan belum berpenghuni. Pola terbentuknya perkampungan baru itu rata-rata sama, yaitu pada awalnya diduduki oleh orang-orang yang tidak bertempat tinggal. Sebagian besar adalah pendatang dari luar kota Surabaya, serta orang Surabaya yang kehilangan tempat tinggal sewaktu mengungsi pada tahun 1940an.

Para pendatang sudah menempati wilayah Tambak Bayan sejak tahun 1930an. Kampung Tambak Bayan memiliki sebuah bangunan kolonial bekas istal kuda yang sekarang ditinggali oleh lebih dari 30 kepala keluarga. Mereka menempati sayap-sayap bangunan utama yang terbuat dari kayu jati, dikelilingi banyak sumur yang dulu berfungsi untuk memandikan kuda. Mereka tidak menempati bangunan utama, ruang itu digunakan sebagai workshop sejumlah tukang kayu dan tukang kawat, ruang tersebut sekaligus menjadi ruang serbaguna untuk warga.

Pameran Hidup Mati di Tanah Sengketa yang diselenggarakan oleh Milisi Fotocopy. Foto: Erlin Goentoro

Pameran Hidup Mati di Tanah Sengketa yang diselenggarakan oleh Milisi Fotocopy 5-7 September 2014. Foto: Erlin Goentoro

Foto: Edbert William

Foto: Edbert William

Bahkan ada kelompok seni dan mahasiswa yang menggelar pameran di sana. Di halamannya juga telah dibangun rumah-rumah sederhana dan kamar mandi bersama, menyisakan gang kecil sebagai jalan keluar-masuk dan menjadi beranda rumah-rumah tersebut. Aktivitas warga sehari-hari di sayap-sayap bangunan ditemani mural karya Milisi Fotocopy dan mahasiswa ITS yang menjadi salah satu daya tarik bagi pengunjung yang pertama kali datang ke kampung ini. Ada yang memasak pesanan catering, ada yang bermain sepeda, ada yang duduk-duduk di pos jaga sambil merokok dan minum kopi, ada yang membuat kursi kayu, ada yang menjemur pakaian.

Foto: Erlin Goentoro

Foto: Erlin Goentoro

Dalam komik Hidup dan Mati di Tanah Sengketa karya Redi Murti yang menarasikan kembali dengan apik kehidupan warga Tambak Bayan Tengah yang penuh gejolak sejak era kolonial hingga pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, diceritakan bahwa di kampung Tambak Bayan sering digelar acara tahunan, Hari Raya Imlek, warga mengumpulkan uang untuk menyewa barongsai dan menonton pertunjukkan ludruk. Perayaan Imlek di Tambak Bayan menjadi perayaan yang bisa dinikmati siapa saja, karena warga setempat ramah dengan siapa saja yang ingin berkunjung ke Tambak Bayan.

Pameran karya komik Redi Murti, Hidup Mati di Tanah Sengketa. Foto: Andriew Budiman

Pameran karya komik Redi Murti, Hidup Mati di Tanah Sengketa. Foto: Andriew Budiman

Kampung Tambak Bayan adalah salah satu kampung yang berada di pusat kota Surabaya dengan akses transportasi umum yang mudah, dekat dengan pasar dan fasilitas publik lainnya, warga setempat juga bekerja di pusat kota. Jika kita berjalan kaki keliling kampung Tambak Bayan, timbul rasa nyaman melewati gang-gang yang menembus ke Jalan Kepatihan, menyapa warga yang bekerja sekaligus bersantai di rumah, para warga saling berkunjung bertukar berita ke rumah tetangganya tanpa sungkan karena pintu rumah selalu terbuka, dan anak-anak kecil yang berkeliaran bermain selepas jam sekolah. Kita bisa membeli minuman soda cap Badak dari Pematang Siantar, melihat para tukang kayu membuat mebel, mencium aroma sedap masakan Ibu Yu Sin, cangkruk di warung bersama Gepeng membahas sejarah kota Surabaya sambil minum es teh, makan nasi campur di Pasar Kepatihan, dan menikmati rumah-rumah berlanggam kolonial yang masih terawat.

Namun sejak tahun 2007, warga yang tinggal di Jalan Tambak Bayan Tengah berhadapan langsung dengan pemilik Hotel V3 yang berusaha menguasai lebih banyak tanah di Tambak Bayan dan Kepatihan. Sebagai kampung tua di Surabaya yang dihuni oleh mayoritas keturunan Tionghoa, kejadian ini sangat disayangkan, pemerintah kota Surabaya pun tidak banyak bersuara. Kelompok seni seperti Milisi Fotocopy, kelompok riset seperti Orange House Studio, dan pihak akademisi dan mahasiswa ITS turut mendukung warga yang mengalami sengketa. Akhirnya setelah mengalami proses negoisasi yang panjang, keputusan terakhir yang dipilih warga adalah relokasi dengan syarat lokasi yang diberikan masih layak untuk ditinggali. Namun semangat warga Tambak Bayan yang mengalami sengketa tanah belum luntur karena mereka memiliki harapan yang besar untuk tempat tinggal yang layak untuk keluarga mereka.


Artikel ini pertama kali diterbitkan dalam The Sunday Paper vol. 5 “The Lunar New Year Edition”. Koran ini diterbitkan sebagai materi publikasi dari Sunday Market “Once Upon a Time in China” yang akan digelar pada tanggal 21-22 Februari 2015 di Surabaya Town Square.

Sunday Market adalah pasar barang bekas, barang baru, makanan-minuman, dan musik. Digelar selama dua hari dengan menampilkan pertunjukkan wayang potehi, wushu, barongsay dan lion dance.

Dapatkan The Sunday Paper vol 05 “The Lunar New Year Edition” pada acara Sunday Market tersebut. Koran edisi kali ini berisi artikel mengenai Pecinan Surabaya, Kampung Tambak Bayan, Guangzhou, dan peta & rundown #sundaymarket09. Versi pdf dapat diunduh gratis di Internet Archive.

This post is also available in: English