Lapisan bisnis dari karya digital gratis

Bagaimana file-file digital yang disediakan gratis dan bebas bisa memberi imbalan ekonomi kepada si pembuatnya, dengan mengembangkan lapisan fungsinya?

Media · 25 September 2014 · Keywords: ·
LapisanBisnisDigitalGratis

The network will magnify the value of the gift. But giving something away is not usually easy (Kelly, 1999).

Sita Sing the Blues adalah film animasi berdurasi  81 menit buatan Nina Paley. Pertama kali menontonnya dalam acara pemutaran bersama di C2O, seperti biasa, muncul keinginan untuk mengkopi file digitalnya. Standar, bagi-bagi file film donlodan yang bagus kan? Yang membuat saya heran  saat itu adalah ketika mendengar dari penyelenggara pemutaran bahwa film ini disediakan oleh Paley di situsnya untuk dapat diunduh (download) dengan gratis. (Catatan: C2O telah menerjemahkan teks subtitle-nya ke dalam bahasa Indonesia.)

Paley bukan satu-satunya yang melakukan hal ini. Radiohead pernah melakukan hal serupa—mereka menyerahkan pada para penggemarnya untuk menentukan sendiri nilai album mereka. Dari dalam negeri, Efek Rumah Kaca juga mengunggah lagunya untuk bisa diunduh langsung dengan gratis dari situsnya. Artis lain seperti Pandji dan Adhitia Sofyan juga melakukan hal yang sama. Bahkan, ada banyak netlabel (label musik berbasis Internet) di Indonesia yang memfasilitasi musisi merilis musik mereka untuk dapat diunduh dengan gratis dari Internet, seperti Yes No Wave. Ayorek! pun memiliki netlabelnya sendiri, SUB/SIDE. (Lebih banyak netlabel di Indonesia dapat dicek di Indonesian Netlabel Union, yang juga akan menggelar Indonesia Netaudio Festival (INF) untuk kedua kalinya tahun ini.)

Internet menjadi media penting munculnya inisiatif-inisiatif tersebut. Kevin Kelly (2008), seorang filsuf teknologi terkemuka yang juga merupakan salah satu editor pendiri majalah Wired, dan Whole Earth Catalog, mengatakan bahwa pada dasarnya internet bekerja pada asas pengkopian dan keterhubungan. Internet mengkopi suatu pesan untuk dikirimkan agar seseorang bisa berkomunikasi dalam keterhubungan antara satu sama lain. Proses pengkopian di internet bekerja dalam suatu rangkaian distribusi yang menduplikasi  ide, data, media dan karya cipta. Sederhananya, internet adalah mesin pengkopi. Mesin ini memungkinkan proses berbagi file antar orang per orang dan antara satu orang ke berjuta-juta orang lain bahkan lebih. Para pembuat karya digital ikut beradaptasi memanfaatkan mesin ini dan jaringan yang dibentuknya. Dari sekedar menyebarkan karyanya hingga mengulik model strategi  untuk kelangsungan hidup dan proses berkaryanya.

Saya coba untuk membuat diagram mengenai strategi bisnis dari karya yang dilepas secara gratis maupun bebas (dalam arti pembeli yang menentukan sendiri nilai tukar karya tersebut. Dari gratis hingga tak terhingga). Pemetaan yang saya lakukan sangat sederhana. Saya berangkat dari bagaimana suatu file karya digital yang disediakan gratis bisa menghidupi pembuatnya berdasarkan fungsi-fungsi dasar dari karya tersebut. Fokus saya ada pada bagaimana file-file digital yang gratis dan tersebar tersebut bisa memberi imbalan ekonomi kepada si pembuatnya.

Tentu saja, ini masih sekedar pemetaan awal, percobaan saya pribadi dalam menafsirkan berbagai model yang berkembang saat ini. Kebanyakan contoh yang saya bahas ini berlisensi Creative Commons karena saya mengambilnya dari publikasi Creative Commons, sisanya memiliki lisensi hak cipta penuh dan ada yang malah bebas tidak berlisensi hak cipta (public domain). Jika penasaran dengan pemetaan yang lebih mendalam mengenai berbagai strategi bisnis dari produksi informasi dan hubungannya dengan hak cipta, saya rekomendasikan membaca buku Yochai Benkler, seorang profesor Harvard Law School, Wealth of Networks: How Social Production Transforms Markets and Freedom, yang juga dapat diunduh gratis di Internet. (Versi bahasa Indonesia akan diterbitkan oleh KUNCI Cultural Studies Centre.)

Diagram ini disusun dalam tiga kategori lapisan. Lapisan yang terdekat dengan karya utama menunjukkan hubungan fungsional yang bisa diolah darinya, untuk kemudian semakin berjarak dari fungsi dasar karya tersebut.

Lapisan pertama: pengolahan penggunaan produk utama

Lapisan pertama adalah mengenai variasi yang bisa dilakukan dengan pengolahan penggunaan produk utama. Dari arsip yang saya temukan, saya memotong lingkaran ini dalam tiga bagian.

1. Pembatasan guna komersial

Contohnya adalah font klinik slab yang didesain oleh Joe Prince. Untuk penggunaan personal dan non komersial, font tersebut bisa diunduh gratis atau sesuai harga yang diinginkan (pay as you want). Namun untuk penggunaan komersial, font tersebut dijual seharga USD 45 dan dilisensikan pada 5 orang pengguna. Font ini dirilis di bawah type foundry Lost Type. Font lain yang dirilis Lost Type seluruhnya menggunakan strategi ini.

2. Penambahan fitur penunjang

Contohnya adalah ebook Focus: A Simplicity Manifesto in the Age of Distraction dari Leo Babauta.  Buku ini tersedia dalam bentuk ebook & bisa didownload gratis dan tanpa batasan hak cipta. Namun ebook ini juga dijual seharga USD 34.95 dengan fitur-fitur tambahan seperti video tuntunan, audio interview dengan pakar-pakar lain, beberapa bab tambahan, dan pdf-pdf berisi tuntunan yang lebih spesifik. Model ini diadaptasi dan bisa dijumpai pula pada praktik bisnis type foundry Exljbris . Mereka menggratiskan beberapa jenis font dalam 1 tipe keluarga, tapi untuk beberapa lainnya mengharuskan pengguna untuk membayar penggunaannya. Misalnya, font Museo 300, 500, 700 gratis. Nah, pengguna yang ingin memiliki type family Museo secara lengkap, harus membayar untuk Museo 100 dan 900.

3. Pembedaan kualitas

Contohnya adalah film The Cosmonaut yang diproduksi oleh Riot Cinema Collective.  Riot Cinema Collective mengeluarkan dua versi film tersebut. Versi kualitas rendah, dan versi kualitas tinggi. Nicolas Alcala dari Riot Cinema Collective menyatakan bahwa versi kualitas rendah ditujukan untuk klub-klub film amatir atau bioskop-bioskop di negara dunia ketiga. Mereka diperbolehkan mengunduh film ini gratis dan bahkan melakukan kegiatan komersial dari film tersebut. Untuk versi kualitas tingginya, hal ini tidak diperbolehkan. Jika suatu organisasi atau perusahaan ingin menggunakan versi ini, mereka harus menjalin kesepakatan dengan Riot Cinema Collective.

Lapisan kedua: tidak menggunakan produk utama, tapi menggunakan jasa dan/atau produk lain turunan produk utama

Lapisan kedua adalah kelompok strategi yang tidak menggunakan produk utama sebagai penyokong pemasukan ekonomi. Namun menggunakan jasa dan produk lain yang merupakan turunan dari produk utama. Di lapisan kedua, saya memotongnya menjadi dua bagian, di mana pemasukan yang harusnya masuk dari produk utama digantikan oleh jasa atau produk turunan. Penggantian jasa mudah dijumpai pada pengembang piranti lunak dan musisi. Konten digitalnya disediakan gratis, tapi untuk penggunaan jasa-jasa terkait konten tersebut, dikenakan biaya. Misalnya, piranti lunak dari perusahaan seperti Red Hat atau Apache tersedia gratis, tapi jasa pendukung untuk mengembangkan potensi piranti tersebut dijual (Kelly, 2011). Untuk musisi, misalnya Adithia Sofyan menggratiskan lagu di beberapa albumnya. Penggemar bisa bebas mengunduh di situsnya www.adhitiasofyan.wordpress.com. Namun jika seseorang tertarik dan ingin menggunakan jasanya, untuk pentas musik live, misalnya, mereka akan mengontak manajemennya untuk menegosiasikan harga.

Substitusi menggunakan produk turunan biasanya dalam wujud merchandise. Contohnya adalah dari film Sita Sing the Blues yang sekilas saya sebutkan di awal. Palley mendapatkan USD 45.000 antara Maret 2009 sampai Maret 2010 dari penjualan merchandise (kaos, soundtrack CD, artwork print, & macam-macam asesoris lain) yang berhubungan dengan film ini.

Lapisan ketiga: pengemasan nilai di luar fungsi dasar produk utama

Di lapisan ketiga, produk digital utama tetap gratis, tapi ada versi berbayar dalam bentuk fisik yang dikemas dengan dua cara. Pertamadengan menambahkan nilai sosial. Cara ini dilakukan oleh Pandji ketika merilis album Provocative Proactive. Album tersebut bebas untuk diunduh. Namun ia juga menjual album tersebut dalam bentuk fisik. Lima puluh persen keuntungan dari penjualannya disumbangkan pada yayasan kanker.

Kedua, dengan menambahkan nilai eksklusifitas. Jonathan Worth adalah seorang fotografer profesional. Ia biasa memfoto artis-artis ternama seperti Colin Firth, Jude Law, Heath Ledger dll. Orang bisa mengunduh gratis dan bebas memanfaatkan fotonya, tapi ia juga menjual versi fisiknya dengan berbagai tingkatan harga dan eksklusifitas. Menurutnya, foto yang paling mahal seringkali terjual terlebih dahulu.    

***

Kira-kira begitu penafsiran saya. Lapisan-lapisan yang saya bahas ini bisa dikombinasikan satu sama lain.

Simulasi model bisnis Leo Babauta

Simulasi model bisnis Leo Babauta. Infografis: Ari Kurniawan

Contohnya, dalam diagram di atas saya mencoba mensimulasikan model bisnis Leo Babauta yang menulis buku mengenai gaya hidup dan menjual bukunya tersebut dengan fitur penunjang. Setahu saya, ia juga menyediakan jasa, dengan membuka kursus untuk mempraktekkan tips dari gaya hidup yang ia tulis. Kemudian, bisa jadi ia kemudian mengemas produk berbayarnya dengan nilai sosial. Lebih baik jika nilai sosial tersebut selaras dengan apa yang ia lakukan atau memang ia pedulikan. Hal ini pun masih bisa dikombinasikan dengan model strategi-strategi lain.

Nah, tapi apakah hanya bondo strategi gratisan, kita bisa berharap dapat hidup dari produk-produk digital yang kita lepas untuk diunduh di Internet? Menurut saya, ada dua hal yang bisa dipertimbangkan ketika melepas suatu karya secara gratis. Pertama, perhitungan seberapa kuat potensi suatu karya bisa memantik perhatian di jaringan penikmat karya tersebut dan membuatnya tersebar. Kedua, potensi karya tersebut bisa “hidup” dalam ekosistem yang potensial untuk tumbuh bersamanya. Maksudnya, jika melihat model di atas, apakah karya tersebut bisa memvariasikan fungsi dasarnya (lingkaran pertama), bercabang sebagai produk dan jasa turunan (lingkaran kedua), atau meraih potensi ekonomi dari nilai lain yang bisa diusungnya (lingkaran ketiga) sehingga karya tersebut memiliki daur hidup yang terus memutar dan menyebar.

Tentu saja, model-model dalam diagram ini bukanlah sebuah model yang tetap. Siapa saja bisa menambahkan, memotong-motong dan mengkombinasikan model-model dalam diagram tersebut untuk memberi gambaran mengenai strategi-strategi apa saja yang bisa ditempuh agar suatu karya cipta yang gratis tidak hanya memberi kepuasan batin, tapi juga dapat memberi lebih banyak manfaat ekonomi ke pembuatnya, dan syukur-syukur juga penikmatnya.